Senin, 22 Desember 2008

50 TAHUN SUNDA KECIL: Pariwisata sebagai Payung Bersama Nusa Tenggara


Jumat, 19 Desember 2008 00:19 WIB
FRANS SARONG

Bali masa lalu adalah bagian dari Sunda kecil atau Nusa Tenggara. Setelah pemekaran 50 tahun lalu, Bali dengan dukungan pariwisata berubah jadi provinsi kaya dan mendunia, jauh meninggalkan ’saudara kembarnya’ Nusa Tenggara Barat dan terutama Nusa Tenggara Timur. Alangkah idealnya jika pariwisata menjadi simpul pembangunan terpadu kawasan Sunda Kecil atau Nusa Tenggara!”
Rangkaian kalimat di atas dilontarkan seorang peserta dalam Seminar ”50 Tahun Sunda Kecil Berlalu” di Kuta, Bali, Rabu. Namun, hal itu sesungguhnya merupakan harapan bersama dari para narasumber dan peserta seminar.
Gugusan pulau dari Bali hingga Flores dan sejumlah pulau di sekitarnya awalnya tergabung dalam satu provinsi bernama Sunda Kecil, satu dari 10 provinsi pertama Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950, Agustus 1950. Setelah berusia empat tahun, berdasarkan UU Darurat No 9/1954, Provinsi Sunda Kecil yang beribu kota di Singaraja, pesisir utara Bali, berganti nama menjadi Nusa Tenggara (Nusra).
Nama Nusra hanya bertahan empat tahun. Nama itu hilang dari administrasi pemerintahan pada tahun 1958 menyusul pemekaran Nusra menjadi tiga provinsi, yakni Bali, NTB, dan NTT. Ketiga provinsi itu lahir berdasarkan UU No 64/1958, Desember 1958.
Para narasumber rata-rata menyatakan, seluruh kawasan Sunda Kecil, dari Bali hingga Flores, awalnya berkondisi sama: miskin dan terisolasi. Infrastruktur jalan jauh dari memadai. Hanya hubungan antarpulau yang relatif lancar karena Pemerintah Sunda Kecil saat itu memiliki tiga kapal laut yang khusus beroperasi di kawasan kepulauan itu.
Dalam derap perjalanan setelah pemekaran, ternyata hanya induknya, Provinsi Bali, yang mampu melepaskan diri dari kemiskinan dan keterisolasian. Bali bahkan sudah melambung tinggi dan jauh meninggalkan dua provinsi kembarannya.
Salah satu contoh adalah pendapatan rata-rata penduduknya. Tiap warga Bali tahun 2007 mengantongi penghasilan Rp 12,17 juta per tahun. Bahkan, Gubernur Mangku Pastika yang baru menempati posisinya per 28 Agustus 2008 menargetkan, selama lima tahun kepemimpinannya akan menaikkan pendapatan rata-rata penduduk menjadi Rp 24,48 juta pada tahun 2013. Itu berarti hampir dua kali lipat pendapatan rata-rata 2008 senilai Rp 13,5 juta per tahun.
Di sisi lain, pendapatan rata-rata penduduk NTB mencapai Rp 7,3 juta (2007), sedangkan pendapatan per kapita NTT pada saat yang sama hanya Rp 3,6 juta (Kompas, 9/12/2008).

”Pulau Turis”

Industri pariwisata merupakan sektor yang melambungkan perekonomian Bali. Didukung keunikan budaya serta keindahan panorama alamnya, sejak tahun 1960-an Bali diarahkan menjadi ”Pulau Turis”. Inisiatif awalnya berasal dari pemerintah pusat yang ditandai dengan pembangunan Hotel Bali Beach, hotel berbintang (lima) pertama di Bali pada pertengahan tahun 1960-an.
Selanjutnya pada awal tahun 1970 ditetapkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) Bali. RIPP antara lain menetapkan Nusa Dua sebagai pusat pengembangan pariwisata Bali. Nusa Dua yang kini mendunia dikelola Bali Tourism Development Corporation.
Perekonomian Bali, dimotori industri pariwisata, mulai menunjukkan laju pertumbuhan tahun 1980-an. Sektor ini mampu secara cepat mengubah struktur perekonomian Bali dari agraris ke industri jasa (pariwisata).
Data Kantor Statistik Bali, sebagaimana dikutip salah seorang pemakalah, menunjukkan, tahun 1971 sumbangan sektor primer (pertanian) terhadap PDRB Bali mencapai 59,07 persen. Namun, tahun 2000 sumbangan pariwisata menjadi 69,71 persen, sebaliknya pertanian terus melorot menjadi 19,98 persen.
Meski tetap dominan, catatan tahun 2006 menunjukkan, sumbangan sektor pariwisata terhadap PDRB Bali sedikit menurun menjadi 63,03 persen. Sementara sektor pertanian naik menjadi 22,16 persen.
Melalui seminar terungkap sejumlah pendorong pesatnya perkembangan pariwisata Bali. Hal itu antara lain ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai, usaha pendukung jasa pariwisata sudah berkembang luas di Bali, keunikan budaya serta keindahan panorama alam, juga kecenderungan meningkatnya pelancongan dari dalam dan luar negeri.
Geliat pariwisata Bali antara lain ditandai kunjungan para pelancong yang terus meningkat. Pelancong mancanegara, misalnya, belakangan berkisar 5.000 orang per hari. Itu berarti lebih kurang 1,5 juta orang per tahun. Jumlah kunjungan diproyeksikan terus meningkat. Sebagai contoh, tahun 2008 hampir dipastikan menjadi 1,8 juta orang dan tahun 2013 mencapai sekitar 2,3 juta orang.
Jumlah kunjungan tentu jauh lebih tinggi jika ditambah pelancong domestik dari berbagai daerah di Indonesia. Ketertinggalan pariwisata NTB dan NTT dari Bali bisa dicermati dari kunjungan wisatawan asing. Bali dikunjungi 1.468.207 orang tahun 2000 dan 1.260.317 orang tahun 2006. Pada periode yang sama, NTB dikunjungi 16.512 orang dan 26.069 orang. Adapun NTT tak ada data karena jarang dikunjungi wisatawan asing.
Para peserta seminar berharap menjadikan pariwisata sebagai payung bersama bagi pengembangan kawasan Nusa Tenggara. Salah satu rekomendasi dalam seminar adalah mendesak pemerintah pusat memberikan perhatian serius terhadap pembangunan infrastruktur dasar, khusus transportasi darat, laut dan udara, di NTB dan NTT. Dengan demikian, Bali yang telah unggul industri pariwisatanya mampu berperan lebih maksimal di kedua provinsi kembarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar