Jumat, 2008 Maret 14
Pesan Bapa Suci untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke- 42 pada 4 Mei 2008
01 Februari 2008 11:41
‘Media Komunikasi Sosial:Pada persimpangan antara Pengacuan Diri dan Pelayanan.Mencari Kebenaran untuk berbagi dengan orang lain.Saudara-Saudari Terkasih,1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini –“Media Komunikasi Sosial: Pada persimpangan antara pengacuan diri dan pelayanan. Mencari kebenaran untuk berbagi dengan orang lain” – menekankan betapa pentingnya peranan media dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Sesungguhnya, dengan meluasnya pengaruh globalisasi, tak ada satupun ruang lingkup dalam pengalaman hidup manusia yang lolos dari pengaruh media. Media telah menjadi bagian integral dalam hubungan antarpribadi dan perkembangan hidup sosial, ekonomi, politik dan religius. Seperti yang telah Saya tandaskan dalam Pesanku untuk Hari Perdamaian Sedunia tahun ini (1 Januari 2008) bahwa: ’media komunikasi sosial terutama oleh kemampuannya untuk mendidik, ia memiliki tanggungjawab istimewa untuk memajukan rasa hormat terhadap keluarga, menguraikan secara jelas harapan-harapan dan hak-hak keluarga serta menghadirkan segala keelokannya’ (no 5).2. Berkat perkembangan teknologi yang meroket, media telah memiliki kemampuan luar biasa yang serempak membawa berbagai pertanyaan dan persoalan baru yang tidak pernah dibayangkan sampai sekarang. Kita tidak dapat menyangkal sumbangsih yang diberikan oleh media dalam hal penyiaran berita, pengetahuan tentang peristiwa dan penyebaran informasi seperti peranannya yang menentukan dalam kampanye pemberantasan buta huruf dan kegiatan sosialisasi, pengembangan demokrasi dan dialog di antara bangsa-bangsa. Tanpa sumbangsih media, akan amat sulit mengembangkan dan memperkokoh saling pengertian di antara bangsa-bangsa, memungkin terwujudnya dialog perdamaian di dunia, memberikan jaminan akses ke informasi sekaligus menjamin sirkulasi gagasan secara leluasa teristimewa bagi mereka yang menggalakkan gagasan-gagasan kesetiakawanan dan keadilan sosial. Benar bahwa secara keseluruhan media bukanlah semata-mata sarana penyebaran gagasan. Media dapat dan harus juga menjadi sarana pelayanan bagi terciptanya rasa setia kawan dan keadilan yang lebih besar bagi dunia. Sayangnya betapapun demikian, ia sedang berubah menjadi sistem yang bertujuan mendorong manusia untuk menyerah kepada agenda yang didikte oleh kepentingan-kepentingan digdaya masa sekarang. Begitulah kalau komunikasi digunakan untuk maksud-maksud idiologis atau demi reklame agresif produk-produk konsumen. Dengan dalih untuk menghadirkan realitas, media dapat mengukuhkan atau memaksakan model-model pribadi, keluarga atau kehidupan sosial yang menyimpang. Bahkan, agar bisa menarik perhatian para pendengar dan meningkatkan jumlah khalayak, ia tidak ragu-ragu mempraktikkan berbagai pelanggaran, hal-hal yang tidak sopan dan kekerasan. Media juga dapat memperkenalkan dan mendukung model-model pembangunan yang bukannya memperkecil malah memperbesar jurang teknologi antara negara-negara kaya dan miskin.3. Umat manusia pada zaman sekarang berada pada persimpangan jalan. Hal ini berlaku juga untuk media seperti yang telah Saya tandaskan dalam ensiklik Spe Salvi tentang makna ganda kemajuan yang di satu pihak memberikan kemungkinan baru untuk kebaikan tetapi pada pihak lain membuka begitu besar peluang untuk hal-hal yang jahat yang tidak pernah ada sebelumnya (bdk. No.22). Karena itu kita seharusnya bertanya apakah bijaksana membiarkan sarana komunikasi sosial dipakai untuk kemajuan diri sendiri atau membiarkan penggunaannya di tangan mereka yang memanfaatkan untuk memanipulasi kesadaran manusia. Apakah tidak ada suatu prioritas untuk memastikan bahwa media komunikasi itu tetap mengemban misi pelayanan bagi pribadi dan bagi kebaikan bersama dan bahwa media komunikasi membantu mengembangkan ”formasi etis manusia . . . pertumbuhan batin manusia” (ibid.)? Pengaruhnya yang luar biasa dalam kehidupan perorangan maupun dalam masyarakat telah diakui secara luas, tetapi sekalipun demikian, dengan melihat kenyataan sekarang ini, dibutuhkan perubahan peranan media yang radikal dan menyeluruh. Pada masa sekarang, kian hari, komunikasi nampaknya tidak sekadar menghadirkan kenyataan tetapi justru menentukan kenyataan, memperlihatkan kekuatan dan daya mempengaruhi yang dimilikinya. Sudah menjadi nyata, misalkan, bahwa dalam situasi-situasi tertentu media tidak dipakai untuk maksud-maksud yang tepat untuk menyebarkan informasi, tetapi justru untuk ’menciptakan’ peristiwa. Perubahan peranan yang membahayakan seperti ini telah diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh banyak pemimpin Gereja. Justru karena kita sedang berurusan dengan kenyataan-kenyataan yang berdampak luas pada semua matra kehidupan manusia (moral, intelektual, religius, relasional, afektif, kultural) dimana nilai manusia dipertaruhkan, maka kita mesti menekankan bahwa tidak semua yang dimungkinkan secara teknis, juga diperbolehkan secara etis. Oleh karena itu, pengaruh media komunikasi dalam kehidupan modern mendatangkan berbagai pertanyaan yang tak dapat dielakkan, yang menuntut pilihan dan jalan keluar yang tidak dapat ditunda.4. Peran yang dimainkan oleh media komunikasi sosial dalam masyarakat mestinya dianggap sebagai persoalan ’antropologis’ yang muncul sebagai tantangan kunci dalam milenium ketiga. Seperti yang kita saksikan dalam kehidupan manusia, dalam hidup perkawinan dan keluarga serta dalam isu-isu besar modern seperti perdamaian, keadilan, perlindungan terhadap mahkluk ciptaan, begitu juga di sektor komunikasi sosial terdapat matra-matra khas hidup manusia dan dimensi kebenaran yang berkaitan dengan pribadi manusia. Apabila komunikasi kehilangan daya penyangga etis dan menghindari diri dari pengawasan masyarakat maka ia tidak lagi menghiraukan sentra dan martabat luhur pribadi manusia. Dengan akibat, ia akan memberikan pengaruh negatif terhadap kesadaran manusia, terhadap pilihan putusan manusia dan secara definitif menentukan kebebasan dan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu, merupakan sesuatu yang hakikih bahwa komunikasi sosial harus sungguh-sungguh membela pribadi dan menghormati martabat manusia secara utuh. Banyak orang berpikir bahwa dalam hal ini, dibutuhkan suatu ’info-etika’ sama halnya bio-etika di bidang kedokteran dan di bidang riset ilmiah yang berkaitan dengan kehidupan.5. Media harus menghindarkan diri untuk menjadi juru bicara aliran materialisme ekonomi dan relativisme etika, bencana serius di zaman kita ini. Walaupun demikian ia dapat dan harus memberikan sumbangsihnya agar kebenaran tentang umat manusia dikenal, membelanya melawan segala yang berkeinginan mengabaikan dan memusnahkannya. Bahkan boleh dikatakan bahwa mencari dan menghadirkan kebenaran tentang manusia adalah panggilan terluhur komunikasi sosial. Dengan memanfaatkan berbagai cara yang dimiliki media untuk maksud dan tujuan seperti ini adalah suatu tugas yang mulia yang pada tempat pertama dipercayakan kepada penanggungjawab dan operator di bidang ini. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, menyangkut kita semua di zaman globalisasi seperti sekarang, semua kita adalah konsumen dan operator komunikasi sosial. Media baru – secara istimewa telekomunikasi dan internet- sedang mengubah wajah komunikasi; dan barangkali ini merupakan peluang emas untuk mendisain, menjadikan wajah komunikasi menjadi lebih tampak yang oleh Pendahulu Saya Yohanes Paulus II, dianggap sebagai unsur-unsur kebenaran hakiki dan tak tergantikan dari pribadi manusia (bdk. Surat Gemba Perkembangan yang Cepat, 10).6. Manusia merasa haus akan kebenaran, ia mencari kebenaran; hal ini terbukti melalui minat dan kesuksesan yang dicapai sekian banyak penerbitan, program-program atau film-film bermutu dimana kebenaran, keindahan dan keluhuran manusia termasuk matra keimanan manusia diakui dan ditampilkan secara baik. Yesus mengatakan: ”Kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32). Kebenaran yang memerdekan kita adalah Kristus, karena hanya Ia sendirilah yang dapat memberikan jawaban yang penuh terhadap kehausan akan hidup dan akan kasih yang ada dalam hati manusia. Barangsiapa yang telah menemukan Dia dan dengan senang hati menerima pewartaanNya, ia berkeinginan untuk membagikan dan mengkomunikasikan kebenaran itu. Santu Yohanes menandaskan: ”Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup . . .itulah yang kami wartakan kepada kamu, agar kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-NyaYesus Kristus. Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna” (1 Yoh 1:1-4).Marilah kita memohon kepada Roh Kudus agar selalu ada para komunikator yang berani dan saksi-saksi kebenaran yang sejati, percaya akan mandat Kristus dan memiliki minat yang besar terhadap warta iman, para komunikator yang ”tahu menerjemahkan kebutuhan budaya modern, memiliki komitmen untuk menghidupi abad komunikasi tanpa merasa asing dan ragu-ragu tetapi sebagi suatu periode berharga untuk mencari kebenaran serta memajukan persekutuan di antara umat manusia dan di antara bangsa-bangsa”Dengan tulus hati, Saya menyampaikan berkatku kepada kamu sekalianVatikan, 24 Januari 2008, Pesta St. Fransiskus de SalesPAUS BENEDIKTUS XVI
Diposting oleh Marsi McFlores Ragaleka di 07:17 0 komentar
SPE SALVI (TENTANG HARAPAN)
www.mirifica.net14 Desember 2007 11:03
Memasuki masa Adven, tepatnya tanggal 30 November 2007, Paus Benediktus XVI mengeluarkan Ensiklik keduanya. Ensiklik itu berjudul, Spe Salvi. Ensiklik tersebut menegaskan kembali pentingnya kebutuhan akan harapan dalam masyarakat modern dan pentingnya umat Kristiani memulihkan arti harapan yang sebenarnya.Paus memulai ensiklik 75 halamannya dengan menjelaskan bahwa “rahmat, sekalipun itu tidak mudah, dapat dihayati dan diterima jika tertuju kepada suatu tujuan dan jika tujuan itu diyakini benar dalam pencapaiannya”. Spe Salvi merupakan harta karun yang amat kaya dalam pembelajaran Paus, dengan referensi kehidupan para kudus dan Bapa Gereja. Ensiklik tersebut mengulas kebijaksanaan dan keutamaan harapan. Bapa Suci mengatakan, ”Pintu serba gelap tentang waktu, tentang masa depan, telah terbuka. Seseorang yang memiliki harapan akan hidup dengan cara yang berbeda. Seseorang yang memiliki harapan dianugerahi hadiah hidup baru.”Tentu saja, hal ini memunculkan pertanyaan, apa itu harapan? Paus menulis bahwa untuk mengenal Tuhan, Tuhan yang benar, berarti menerima harapan. Namun harapan kristiani berbeda. Mengacu pada Kitab Suci Perjanjian Baru, Paus menulis, Kekristenan tidak membawa pesan revolusi sosial seperti yang telah membawa sial bagi Spartacus, yang berjuang hingga mengakibatkan pertumpahan darah. Yesus bukanlah Spartacus, Dia tidak mengadakan pertempuran demi pembebasan politis. "Yesus… membawa sesuatu samasekali berbeda, ialah suatu persekutuan dengan Tuhan segala raja, suatu persekutuan dengan Tuhan yang hidup dan yang berkombinasi dengan harapan yang lebih kuat daripada penderitaan para budak. Suatu harapan yang karenanya mengubah hidup dan dunia dari dalam," demikian penjelasannya. "Hal ini jelas bukan menunjuk pada suatu roh dasar alam semesta, yang memerintah umat manusia dan dunia, melainkan Tuhan. Dialah yang menguasai alam semesta. Bukan zat dan evolusi yang menentukan segalanya, tetapi akal budi, kehendak, cinta Allah"Gagasan Kekristenan semacam itu mempengaruhi dunia, karena, “kuasa dahsyat unsur-unsur material yang tak dapat diubah, tidak lagi berkuasa. Karena manusia bukanlah budak dari alam semesta dan hukum-hukumnya. Manusia justru memiliki kehendak bebas." Umat Kristiani memiliki harapan hanya karena Yesus yang "mewartakan siapakah sebenarnya manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia agar sungguh-sungguh menjadi manusia bagi sesama”.Sebagaimana ditulis dalam Kitab Ibrani 11:1, Bapa Suci menunjukkan pengaruh positif iman. "Iman bukanlah melulu suatu upaya menusia mencari sesuatu yang di luar dirinya dan sesuatu yang samasekali tidak jelas. Iman, pada saat ini pun, justru memberi kita sesuatu yang nyata, yang selama ini kita cari. Iman itu pula yang memberi sebuah “bukti” tentang berbagai hal-hal yang masih tidak terlihat. "Iman," tulis Paus, "memberi basis baru dalam kehidupan. Ialah suatu pondasi baru yang di atasnya kita dapat berdiri, sesuatu yang merelatifkan hal-hal material yang selama ini jadi andalan.Kehidupan KekalEnsiklik Paus tersebut bukan sesuatu yang abstrak. Paus memfokuskan pembahasan tentang kehidupan Kristiani modern. Paus mengajukan beberapa pertanyaan penting: Bagaimana kita menghidupi iman Kristiani dalam kehidupan? Apakah itu hidup yang berubah dan hidup yang memelihara harapan?” Bahkan yang lebih penting, ”Apakah kita sungguh-sungguh menginginkan hidup kekal?”"Barangkali, saat ini banyak orang yang menolak iman hanya karena tidak melihat dan menemukan prospek yang menarik tentang kehidupan kekal,” demikian dugaan Paus, ”Memang yang dibutuhkan manusia tidak hanya hidup kekal, tetapi hidup saat ini, sehingga gagasan hidup kekal dipandang sebagai suatu yang sulit. Karena itu, untuk melanjutkan kehidupan selamanya, sampai akhir, gagasan hidup kekal lalu dipandang sebagai kutuk daripada berkat”Konsekuensinya, ”ada pertentangan dalam sikap kita, yang menunjuk ke suatu pertentangan eksistensial mendalam dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, kita tidak ingin mati; demikian pula mereka yang mencintai kita, tidak ingin kita mati. Namun di sisi lain, kita ingin melanjutkan hidup dengan tanpa terbatas. Apakah memang dunia diciptakan seperti itu, lalu apa yang sebenarnya kita inginkan?"Untuk menjawab pertanyaan mendalam seperti ini, Spe Salvi mengacu pada pendapat St. Agustinus, yang mengatakan bahwa, "akhirnya yang sungguh-sungguh kita inginkan hanya satu hal, “hidup yang terberkati, hidup yang sederhana, ialah ' kebahagiaan."Iman Dan Harapan Jaman ModernBapa Suci memulai uraiannya tentang pemahaman Kristiani modern tentang harapan dengan bertanya, apakah harapan umat Kristiani bersifat individual? Dengan kata lain, apakah keselamatan seseorang tergantung hanya pada kehidupan pribadi seseorang, atau tergantung pada pelayanannya kepada sesama? Berkaitan dengan pertanyaan tentang sifat personal keselamatan, Sri Paus bertanya, "Bagaimana kita sampai pada penafsiran semacam ini tentang keselamatan jiwa dan bagaimana cara kita memahami bahwa gagasan Kristen sebagai suatu pencarian egois demi keselamatan yang menolak gagasan melayani sesama?”. "Visi yang terencana telah disempitkan di masa modern dan mengakibatkan krisis iman masa kini yang juga dapat disebut sebagai kisis harapan Kristiani,” kata Paus.Dalam perkembangan dari tahun ke tahun, ideologi kemajuan menganggap bahwa bahwa kebahagiaan terletak pada hal yang bisa dilihat, sesuai potensi yang ada dalam diri manusia yaitu suatu konfirmasi iman, sebagaimana yang berlangsung saat ini,” Pada saat yang sama, dua kategori semakin popular sebagai ukuran kemajuan, ialah akal budi dan kehendak bebas. Hasil pemikiran ini ialah, “kemajuan selalu terkait dengan perkembangan dominant akal budi, dan akal budi dianggap sebagai suatu kekuatan yang baik dan suatu kekuatan untuk kebaikan.””Kemajuan dengan demikian adalah kesalingtergantungan, ialah kemajuan menuju kebebasan yang sempurna." Sehingga, "dua konsep utama, akal budi dan kehendak bebas secara diam-diam telah ditafsirkan secara bertentangan dengan iman dan Gereja," kata Paus. Harus diakui, perkembangan ilmu pengetahuan modern telah mengurung iman dan harapan personal. Namun justru karena itu, semakin kelihatan bahwa dunia dan manusia jaman ini memerlukan Tuhan, ialah Tuhan yang benar. Ilmu pengetahuan memang mendukung kehidupan manusia, tetapi tidak mampu menembus sisi terdalam kehidupan manusia. Tepatlah jika, manusia ditebus hanya oleh kasih. Kasih itulah yang membingkai hidup sosial sebagai baik dan indah, dilengkapi sebuah harapan yang besar, pasti, penuh, dijamin Allah dan demi Allah yang adalah kasih. Allah itulah yang rela merendahkan diri dalam sosok Yesus, yang memberikan hidupNya demi keselamatan manusia dan di dalam Yesus pula manusia akan kembali pada akhir jaman. Hanya dalam Yesus kita menaruh harapan dan hanya dalam Dia kita menantikan kepenuhan harapan. Bersama Bunda Maria, BundaNya, Gereja menyongsong Sang Pengantin. Karena Yesus lebih dulu melakukan itu semua dengan penuh kasih, harapan dan iman yang ditunjukkan dalam kasih nyata. Sebuah kehadiranNya yang berdaya guna demi keselamatan manusia.Implikasi PolitisSebagaimana kita ketahui, gagasan baru tentang kemajuan telah mengakibatkan perubahan bersejarah. "Spe Salvi" menunjuk "dua langkah-langkah penting dalam perwujudan politis tentang harapan. Karena, kedua akal budi dan kehendak bebas, sangat penting dalam pengembangan harapan Kristiani.Perkembangan yang pertama ialah “Revolusi Perancis - suatu usaha untuk penerapan akal budi dan kehendak bebas sebagai kenyataan politis." Sepanjang abad kedelapanbelas, masyarakat “mempertahankan imannya dalam perkembangan jaman sebagai bentuk baru harapan manusia”. "Meskipun demikian," Puas mengisahkan, "perkembangan teknis dan industrialisasi yang sangat cepat mengakibatkan munculnya situasi sosial baru yang cepat pula: muncul kelas pekerja industri tertindas, yang disebut “kaum buruh industri”."Setelah revolusi kaum kaya pada tahun 1789 itu, tibalah giliran munculnya suatu revolusi baru, ialah revolusi kaum buruh"… "Karl Marx menggagas rapat umum dan mempromosikan pemikiran dan analisanya yang tajam untuk membentuk kelompok mayoritas baru ini. Gagasannya tentang sejarah, jelas-jela demi keselamatan manusia. Janjinya, analisanya dan pemikirannya yang jernih tentang perubahan radikal, masih menjadi daya tarik yang belum punah”Paus menyimpulkan "namun dalam gagasan Marx tentang kemenangan revolusi, justru kesalahan pokok Marx menjadi semakin jelas. Ia lupa bahwa manusia tetaplah manusia. Ia menafsirkan secara salah mengenai manusia dan kebebasan manusia. Ia lupa bahwa kebebasan selalu berpeluang menjadi kebebasan negatif yang sangat liar. Marx berpikir jika suatu saat sistem ekonomi diatur dengan rapi, segalanya akan secara otomatis teratur dengan rapi. Padahal tidak demikian. Kesalahan Marx yang terutama ialah gagasan tentang materialisme: manusia tidak melulu hasil kondisi-kondisi ekonomi dan tidaklah mungkin menebus manusia tanpa menciptakan suatu lingkungan ekonomi baik."Mungkin Meskipun SulitKeutamaan teologal tentang harapan terarah kepada keselamatan dan visi kebahagiaan. Semua itu hanya dapat diperoleh seseorang hanya karena rahmat Tuhan. Hal ini dikatakan profesor filsafat dari University of America, Robert Sokolowski mengomentari Ensiklik baru Paus Benediktus XVI tersebut.Ia mengatakan, "St. Thomas Aquinas, mempunyai beberapa keterangan sangat bagus tentang harapan. Ia menunjuk bahwa hal itu mengacu pada hal-hal yang mempunyai dua unsur: mungkin untuk mencapai, tetapi sulit. Jika sesuatu mustahil untuk dicapai, tentu kita tidak mengharapkan itu. Kita mungkin ingin bisa menjangkaunya, tetapi keinginan itu tipis akan berhasil. Tetapi kemudian pasrah.Kita mengetahui bahwa kita tidak bisa mencapai kebaikan yang baik semacam itu."Sebaliknya, jika sesuatu itu mungkin dan mudah untuk dicapai, maka kita tidak mengharapkannya. Kita akan berlalu begitu saja dan melakukan begitu saja. Aku tidak berharap bahwa aku akan makan siang hari ini, kecuali jika aku dalam situasi sangat putus-asa, atau aku baru saja makan siang,” demikian ia mencontohkan.Peran ImanPada jaman ini, pemahaman keutamaan teologal tentang harapan diarahkan pada visi kebahagiaan dan keselamatan manusia. Iman merupakan keutamaan teologal yang menyingkapkan kemungkinan itu kepada kita. .Iman mewahyukan kebenaran bahwa Tuhan telah menebus manusia dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Iman membuat segala sesuatu mungkin dan dapat dimengerti sehingga kita sebaiknya hidup bersatu dalam Tritunggal Mahakudus. ”Kita bersatu dalam keputraan Yesus. Iman Gereja menunjukkan kepada kita bahwa tujuan akhir kita tidak hanya di dunia ini dan dalam komunitas manusia, tetapi persatuan di surga dalam kehidupan Illahi. Sehingga hidup ini menjadi serba mungkin. Namun, hal itu tidak mudah."Sesungguhnya, tidak hanya sulit tetapi mustahil bagi kita, jika manusia mengandalkan kemampuan diri sendiri. Keselamatan manusia hanya karena karya Tuhan saja. Kita menyebutnya sebagai rahmat Tuhan semata. Karena itu, kita seharusnya tidak berharap di dalam diri kita sendiri, tetapi berharap di dalam Tuhan. Meskipun keselamatan itu karya dan rahmat Tuhan semata, namun berkatNya boleh kita alami.Iman, Bukan Optimisme"Keutamaan teologal tentang harapan berbeda dengan optimisme. Karena optimisme sifatnya duniawi. Layaknya sikap, di mana kita mengharapkan 'berbagai hal akan terjadi. Tentu hal ini bukan disposisi yang buruk, meskipun tidak realistis. Namun, hal-hal seperti itu merupakan suatu harapan duniawi, dalam kodrat manusia. Kita cenderung berpikir bahwa jika orang-orang melakukan kebebasan, akan tercipta kebaikan bersama. Inilah manfaat yang baik tentang harapan di balik gagasan demokrasi atau republik. Keduanya tampaknya tipe yang baik dalam urusan manusia, karena semakin banyak orang menyumbangkan talenta demi kebaikan bersama. Namun, "Teologi harapan meyakinkan tidak dalam konteks kodrat manusia, tetapi dalam relasi dengan Tuhan. Bukan pertama-tama dalam hubungan dengan manusia, tetapi dalam hubungan dengan keselamatan kekal”.
Dengan demikian, harapan kebaikan bersama menuntut syarat adanya keutamaan imanen, ialah menerima kebenaran-kebenaran Illahi, yang mewahyukan kepada kita dimensi yang sangat mungkin dari harapan. Karena, harapan pada gilirannya menggerakkan seseorang kepada cinta kasih, di mana manusia menanggapi kasih Tuhan. Manusia membalas mengasihiNya dan mengamalkan kasih kepada sesama. Itu semua hanya terjadi karena rahmat Tuhan semata. (A. Luluk Widyawan, Pr dari berbagai sumber)
Diposting oleh Marsi McFlores Ragaleka di 07:14 0 komentar
Korem Flores:Banyak Pertanyaan yang Belum Terjawab
http://www.mirifica.net/. (28 September 2007 16:28)
Rencana pembentukan Korem di Flores jalan terus. "Korem Flores, DanremMinta 66 Hektare Tanah", ini headline sebuah koran lokal baru-baru ini."Masyarakat Flores itu sekian ratus ribu, kalau yang menolak 50 orang ngapain kita pedulikan. Dia (masyarakat) boleh menolak, saya boleh juga bangun rumah (Korem) saya untuk kepentingan orang lebih banyak." Kata-kata tegas ini berasal dari mulut Panglima Kodam IX Udayana usai upacara HUTKodam IX Udayana, bulan Mei lalu (Detik.com 28/05/2007).Apa yang dikatakan tadi mirip dengan kata-kata Jenderal TNI Wiranto tatkala menanggapi penolakan pembentukan Korem di Flores pada tahun 1999 lalu. "Jadi itu bukan penolakan dari seluruh masyarakat, itu hanya reaksi dari beberapa masyarakat yang belum memahami permasalahan. Malah Korem mendapat tawaran tanah dari masyarakat setempat, itu kan luar biasa" (FP8/10/1999). Di atas basis hak dan kebebasan warga negara dan demi terciptanya TNI yang profesional, alasan-alasan di balik rencana pembentukan Korem di Flores yang kini muncul lagi harus diperiksa dengan saksama. Satu, ketika kita membandingkan statemen dari dua petinggi militer dari waktu yang berbeda itu, terang-benderang terlihat bahwa sikap dasar dalam memahami diri dan kekuasaan serta relasinya dengan warga tak ada perubahan signifikan. Masih seperti yang itu-itu juga. Kata-kata seperti "ngapain kita pedulikan"dalam komunikasi dengan rakyat rasanya menyebarkan aroma, maaf, tabiat arogansi. Dua, apa yang diperlihatkan kepada warga adalah suatu simplifikasi persoalan yang kebablasan. Rupanya ia adalah buah dari olah nalar antah-berantah. Masa, urusan pembentukan Korem di suatu pulau disahkan dengan hibah tanah dari seorang warga untuk tentara. Atau karena TNI sudah memiliki sekian hektar tanah. Atau, juga, dilegitimasi dengan desakan mereka yang disebut tokoh masyarakat dari Nageko itu dalam pertemuan dengan Danrem Wiraksakti Kupang baru-baru ini. Aneh, kalau bukan konyol.Tiga, total populasi Flores menurut BPS 2006 sebanyak 1.678.826 orang,kalau ditambah Lembata, harus ditambah lagi 98.646 orang. Pertanyaannya,dengan alat ukur apa kita tahu bahwa mereka yang menolak pembentukan Koremdi Flores itu jumlahnya 50 orang saja? Katakanlah ini adalah pernyataan retoris, yang dimaksudkan bahwa yang menolak kehadiran Korem di Flores itu hanyalah jumlah minoritas dari total populasi; dari mana kita tahu bahwa pernyataan ini benar? Jeblok dalam menjawab pertanyaan ini dengan data dan argumentasi yang kokoh yang terbuka pada ujian publik berarti membenarkan tuduhan bahwa adanya muslihat untuk melegitimasi suatu kepentingan yang bukanlah empunya rakyat kebanyakan.Pada masa Ordenya Jenderal TNI AD (purn.) Soeharto kita tahu bahwa KomandoTeritorial (Kodam, Korem, Kodim, Koramil, Babinsa) adalah salah satu pilar militerisme yang paling represif ketimbang pilar-pilar yang lain (FadjroelRachman, Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat, 2007). Sejujurnya, mengapa dan untuk apa Korem akan dibentuk di Flores? Demi stabilitas dan keamanan? Apa sesungguhnya ancaman riil terhadap stabilitas dan keamanan itu? Dalam ordenya Sang Jenderal tadi, alasan stabilitas dan keamanan itu dipakai secara manipulatif untuk melegitimasi berbagai tindakan kekerasan, dan itu tidak hanya satu, tetapi seribu satu. Empat, Rakyat sering diatasnamai dan tak jarang dikibuli. Kalau pembangunan Korem di Flores itu adalah demi kepentingan orang banyak, apa kandungan dari kepentingan orang banyak itu? Bukanlah tugas seorang petinggi TNI untuk menetapkan mana yang menjadi kepentingan orang banyak di Flores dan mana yang tidak. Tak boleh ada intimidasi. Bukankah, harga diri, hak dan kebebasan rakyat adalah suatu yang asasi dan tak boleh dikangkangi, walaupun pembetukan Korem di Flores itu dibuat atas nama kebaikan dan kepentingan umum yang senyatanya?S emoga warga dan TNI sendiri tidak sesat menafsir mandat dan tugas yang diberikan oleh rakyat kepada TNI. Tugas TNI mempertahankan kedaulatan bangsa adalah soal yang satu, memaksakan kehendak kepada rakyat, termasuk dengan kilah bahwa rakyat tak paham atau bodoh adalah soal yang lain. Dan ketika yang kedua ini terjadi, maka meminjam istilah penyair miskin kerontang Wiji Thukul, hanya satu kata: lawan. Ketika substansi statemen tadi, dan pernyataan-pernyataan yang mengesahkan kehadiran Korem di Flores pada waktu-waktu sebelumnya, tak dilandasi datayang valid dan analisis yang sahih tahulah kita bahwa statemen-statemenitu tak lain adalah pemaksaan kehendak kepada rakyat, khusunya di Flores.Yang ada di balik pemaksaan seperti itu adalah klaim monopoli kebenaran. Bukankah kita belum sepenuhnya keluar dari kebangkrutan yang dibuat oleh regime Jenderal Besar TNI (purn.) Soeharto, pemilik kebenaran, yang memenjarakan dan menghabisi demokrasi?Tatkala ide tentang pembangunan Korem di Flores itu dipaksakan pada tahun1999 selepas kekalahan militer dan politik Indonesia di Timor Lorosae sebagian besar orang Flores, masyarakat umum, aktivis NGO, mahasiswa,sekolah tinggi dan universitas, tokoh masyarakat, tokoh agama, wakil-wakil rakyat berteriak keras, sangat keras, bilang tidak melalui serangkaian demonstrasi dan berbagai petisi. Dengan alat ukur apa kita tahu bahwa cumadalam beberapa tahun elemen-elemen masyarakat itu kini tunduk angguksetuju dengan pembentukan Korem di Flores? Juga, ketika akhir tahun lalu rencana pembentukan Korem muncul lagi dan hendak dibangun di Moni, Ende, reaksi dan protes keras itu datang lagi.Api perlawanan itu membara, dahulu dan kini. Alasan-alasan yang dikemukakan seperti demi menjaga wilayah pulau-pulau kecil di sekitar NTTyang letaknya berdekatan dengan wilayah negara lain, ancaman dari Australia dan Timor Lorosae, juga kehadiran Korem akan memberikan keuntungan ekonomis bagi warga dipreteli guna melihat secara jelas manafakta, dan mana fiksi. Catatan khusus perlu dibuat tentang keuntungan ekonomis bagi warga yang diklaim melegitimasi kehadiran Korem di Flores. Kita tahu bahwa TNI diberi mandat untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara. Dan ini yangharus jadi alat ukur pokok eksistensi dan profesionalismenya; dia bukanlah sejenis Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) yang membantu uasaha-usaha produktif warga. Dalam soal ekonomi dan secara khusus bisnis, isu pokok yang selalu menjadi sorotan publik bukanlah keuntungan ekonomis bagi wargadimana suatu Korem berada tetapi gurita bisnis milik TNI. Kalau soal NTT yang akan dikonflikkan seperti Ambon dan Poso sebagaimana yang disinyalir oleh TNI baru-baru ini, terlepas dari alasan sinyalir itu nyata atau isapan jempol belaka, bukankah urusan ketertetiban dan keamanan warga itu adalah tanggung jawab aparat kepolisian, dan karenanya profesionalisme polisilah yang harus ditingkatkan? Mengapa tentara?Mengapa Korem? Apakah betul kehadiran tentara dalam jumlah banyak, dengan kulturnya seperti yang kita tahu selama ini, identik dengan terciptanya keamanan?Adanya pertanyaan-pertanyaan tadi bukanlah basis untuk menyimpulkan secara serampangan bahwa kita menolak apalagi mengolok-olok TNI. Tidak.Eksistensi TNI, dengan conditio sine quo non menjunjung tinggi HAM tentunya, dan pembentukan Korem di Flores itu adalah dua hal berbeda. Kitatak rela kalau di pulau kecil seluas cuma 14.000 km2 lebih ini ditempatkan tentara dalam jumlah sangat banyak tanpa urgensi kebutuhan nyata warga dan alasan-alasan yang sahih nalar. Apakah warga yang miskin, kekuarangan lahan dan sering didera rawan pangan ini membutuhkan Korem? Rasanya,orang-orang miskin itu bisa membedakan secara jelas apa yang mereka butuhkan antara tanah, pangan dan tentara.Tentu saja, tentang rencana pembentukan Korem di Flores, banyak keanehan dan pertanyaan belum terjawab. Seorang sahabat yang kini menjadi guest professor di Melbourne Australia ketika mengetahui bahwa sejumlah orang yang disebut tokoh masyarakat Nagekeo yang dipimpin oleh Kornelis Soi,anggota DPRD Nusa Tenggara Timur dari F-PDI Perjuangan mendesak agar Korem segera dibuka di Nagekeo kepada danrem 161/Wirasakti di Kupang beberapa waktu yang lalu menulis: "Saya masih di Melbourne, tapi suka ikut perkembangan di Flores. Banyak unsur yang aneh. Misalnya, 14 pemuda Nagekeo minta supaya Korem didirikan di sana, dan langsung Kupang setuju.Seandainya 14 pastor dari Ledalero minta supaya Korem TIDAK didirikan diFlores, apakah Kupang akan dengar dan bertindak dengan begitu cepat?"Tak harus guest professor yang bisa bertanya seperti itu. Rupanya orang-orang di kampung kelahiran saya, di Wolosoko, Ende yang tak belajar ilmu nalar, juga merasakan keanehan dari pertunjukkan di Kupang itu.
Eman J. Embu SVD Sekretaris Eksekutif Candraditya Research Centre for the Study of Religionand Culture, Maumere, Flores; e-mail: emanembu@gmail.com
Pesan Bapa Suci untuk Hari Komunikasi Sosial Sedunia ke- 42 pada 4 Mei 2008
01 Februari 2008 11:41
‘Media Komunikasi Sosial:Pada persimpangan antara Pengacuan Diri dan Pelayanan.Mencari Kebenaran untuk berbagi dengan orang lain.Saudara-Saudari Terkasih,1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini –“Media Komunikasi Sosial: Pada persimpangan antara pengacuan diri dan pelayanan. Mencari kebenaran untuk berbagi dengan orang lain” – menekankan betapa pentingnya peranan media dalam kehidupan perorangan dan masyarakat. Sesungguhnya, dengan meluasnya pengaruh globalisasi, tak ada satupun ruang lingkup dalam pengalaman hidup manusia yang lolos dari pengaruh media. Media telah menjadi bagian integral dalam hubungan antarpribadi dan perkembangan hidup sosial, ekonomi, politik dan religius. Seperti yang telah Saya tandaskan dalam Pesanku untuk Hari Perdamaian Sedunia tahun ini (1 Januari 2008) bahwa: ’media komunikasi sosial terutama oleh kemampuannya untuk mendidik, ia memiliki tanggungjawab istimewa untuk memajukan rasa hormat terhadap keluarga, menguraikan secara jelas harapan-harapan dan hak-hak keluarga serta menghadirkan segala keelokannya’ (no 5).2. Berkat perkembangan teknologi yang meroket, media telah memiliki kemampuan luar biasa yang serempak membawa berbagai pertanyaan dan persoalan baru yang tidak pernah dibayangkan sampai sekarang. Kita tidak dapat menyangkal sumbangsih yang diberikan oleh media dalam hal penyiaran berita, pengetahuan tentang peristiwa dan penyebaran informasi seperti peranannya yang menentukan dalam kampanye pemberantasan buta huruf dan kegiatan sosialisasi, pengembangan demokrasi dan dialog di antara bangsa-bangsa. Tanpa sumbangsih media, akan amat sulit mengembangkan dan memperkokoh saling pengertian di antara bangsa-bangsa, memungkin terwujudnya dialog perdamaian di dunia, memberikan jaminan akses ke informasi sekaligus menjamin sirkulasi gagasan secara leluasa teristimewa bagi mereka yang menggalakkan gagasan-gagasan kesetiakawanan dan keadilan sosial. Benar bahwa secara keseluruhan media bukanlah semata-mata sarana penyebaran gagasan. Media dapat dan harus juga menjadi sarana pelayanan bagi terciptanya rasa setia kawan dan keadilan yang lebih besar bagi dunia. Sayangnya betapapun demikian, ia sedang berubah menjadi sistem yang bertujuan mendorong manusia untuk menyerah kepada agenda yang didikte oleh kepentingan-kepentingan digdaya masa sekarang. Begitulah kalau komunikasi digunakan untuk maksud-maksud idiologis atau demi reklame agresif produk-produk konsumen. Dengan dalih untuk menghadirkan realitas, media dapat mengukuhkan atau memaksakan model-model pribadi, keluarga atau kehidupan sosial yang menyimpang. Bahkan, agar bisa menarik perhatian para pendengar dan meningkatkan jumlah khalayak, ia tidak ragu-ragu mempraktikkan berbagai pelanggaran, hal-hal yang tidak sopan dan kekerasan. Media juga dapat memperkenalkan dan mendukung model-model pembangunan yang bukannya memperkecil malah memperbesar jurang teknologi antara negara-negara kaya dan miskin.3. Umat manusia pada zaman sekarang berada pada persimpangan jalan. Hal ini berlaku juga untuk media seperti yang telah Saya tandaskan dalam ensiklik Spe Salvi tentang makna ganda kemajuan yang di satu pihak memberikan kemungkinan baru untuk kebaikan tetapi pada pihak lain membuka begitu besar peluang untuk hal-hal yang jahat yang tidak pernah ada sebelumnya (bdk. No.22). Karena itu kita seharusnya bertanya apakah bijaksana membiarkan sarana komunikasi sosial dipakai untuk kemajuan diri sendiri atau membiarkan penggunaannya di tangan mereka yang memanfaatkan untuk memanipulasi kesadaran manusia. Apakah tidak ada suatu prioritas untuk memastikan bahwa media komunikasi itu tetap mengemban misi pelayanan bagi pribadi dan bagi kebaikan bersama dan bahwa media komunikasi membantu mengembangkan ”formasi etis manusia . . . pertumbuhan batin manusia” (ibid.)? Pengaruhnya yang luar biasa dalam kehidupan perorangan maupun dalam masyarakat telah diakui secara luas, tetapi sekalipun demikian, dengan melihat kenyataan sekarang ini, dibutuhkan perubahan peranan media yang radikal dan menyeluruh. Pada masa sekarang, kian hari, komunikasi nampaknya tidak sekadar menghadirkan kenyataan tetapi justru menentukan kenyataan, memperlihatkan kekuatan dan daya mempengaruhi yang dimilikinya. Sudah menjadi nyata, misalkan, bahwa dalam situasi-situasi tertentu media tidak dipakai untuk maksud-maksud yang tepat untuk menyebarkan informasi, tetapi justru untuk ’menciptakan’ peristiwa. Perubahan peranan yang membahayakan seperti ini telah diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh banyak pemimpin Gereja. Justru karena kita sedang berurusan dengan kenyataan-kenyataan yang berdampak luas pada semua matra kehidupan manusia (moral, intelektual, religius, relasional, afektif, kultural) dimana nilai manusia dipertaruhkan, maka kita mesti menekankan bahwa tidak semua yang dimungkinkan secara teknis, juga diperbolehkan secara etis. Oleh karena itu, pengaruh media komunikasi dalam kehidupan modern mendatangkan berbagai pertanyaan yang tak dapat dielakkan, yang menuntut pilihan dan jalan keluar yang tidak dapat ditunda.4. Peran yang dimainkan oleh media komunikasi sosial dalam masyarakat mestinya dianggap sebagai persoalan ’antropologis’ yang muncul sebagai tantangan kunci dalam milenium ketiga. Seperti yang kita saksikan dalam kehidupan manusia, dalam hidup perkawinan dan keluarga serta dalam isu-isu besar modern seperti perdamaian, keadilan, perlindungan terhadap mahkluk ciptaan, begitu juga di sektor komunikasi sosial terdapat matra-matra khas hidup manusia dan dimensi kebenaran yang berkaitan dengan pribadi manusia. Apabila komunikasi kehilangan daya penyangga etis dan menghindari diri dari pengawasan masyarakat maka ia tidak lagi menghiraukan sentra dan martabat luhur pribadi manusia. Dengan akibat, ia akan memberikan pengaruh negatif terhadap kesadaran manusia, terhadap pilihan putusan manusia dan secara definitif menentukan kebebasan dan hidup manusia itu sendiri. Oleh karena itu, merupakan sesuatu yang hakikih bahwa komunikasi sosial harus sungguh-sungguh membela pribadi dan menghormati martabat manusia secara utuh. Banyak orang berpikir bahwa dalam hal ini, dibutuhkan suatu ’info-etika’ sama halnya bio-etika di bidang kedokteran dan di bidang riset ilmiah yang berkaitan dengan kehidupan.5. Media harus menghindarkan diri untuk menjadi juru bicara aliran materialisme ekonomi dan relativisme etika, bencana serius di zaman kita ini. Walaupun demikian ia dapat dan harus memberikan sumbangsihnya agar kebenaran tentang umat manusia dikenal, membelanya melawan segala yang berkeinginan mengabaikan dan memusnahkannya. Bahkan boleh dikatakan bahwa mencari dan menghadirkan kebenaran tentang manusia adalah panggilan terluhur komunikasi sosial. Dengan memanfaatkan berbagai cara yang dimiliki media untuk maksud dan tujuan seperti ini adalah suatu tugas yang mulia yang pada tempat pertama dipercayakan kepada penanggungjawab dan operator di bidang ini. Akan tetapi dalam hal-hal tertentu, menyangkut kita semua di zaman globalisasi seperti sekarang, semua kita adalah konsumen dan operator komunikasi sosial. Media baru – secara istimewa telekomunikasi dan internet- sedang mengubah wajah komunikasi; dan barangkali ini merupakan peluang emas untuk mendisain, menjadikan wajah komunikasi menjadi lebih tampak yang oleh Pendahulu Saya Yohanes Paulus II, dianggap sebagai unsur-unsur kebenaran hakiki dan tak tergantikan dari pribadi manusia (bdk. Surat Gemba Perkembangan yang Cepat, 10).6. Manusia merasa haus akan kebenaran, ia mencari kebenaran; hal ini terbukti melalui minat dan kesuksesan yang dicapai sekian banyak penerbitan, program-program atau film-film bermutu dimana kebenaran, keindahan dan keluhuran manusia termasuk matra keimanan manusia diakui dan ditampilkan secara baik. Yesus mengatakan: ”Kamu akan mengetahui kebenaran dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yoh 8:32). Kebenaran yang memerdekan kita adalah Kristus, karena hanya Ia sendirilah yang dapat memberikan jawaban yang penuh terhadap kehausan akan hidup dan akan kasih yang ada dalam hati manusia. Barangsiapa yang telah menemukan Dia dan dengan senang hati menerima pewartaanNya, ia berkeinginan untuk membagikan dan mengkomunikasikan kebenaran itu. Santu Yohanes menandaskan: ”Apa yang telah ada sejak semula, yang telah kami dengar, yang telah kami lihat dengan mata kami, yang telah kami saksikan dan yang telah kami raba dengan tangan kami tentang Firman Hidup . . .itulah yang kami wartakan kepada kamu, agar kamupun beroleh persekutuan dengan kami. Dan persekutuan kami adalah persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-NyaYesus Kristus. Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna” (1 Yoh 1:1-4).Marilah kita memohon kepada Roh Kudus agar selalu ada para komunikator yang berani dan saksi-saksi kebenaran yang sejati, percaya akan mandat Kristus dan memiliki minat yang besar terhadap warta iman, para komunikator yang ”tahu menerjemahkan kebutuhan budaya modern, memiliki komitmen untuk menghidupi abad komunikasi tanpa merasa asing dan ragu-ragu tetapi sebagi suatu periode berharga untuk mencari kebenaran serta memajukan persekutuan di antara umat manusia dan di antara bangsa-bangsa”Dengan tulus hati, Saya menyampaikan berkatku kepada kamu sekalianVatikan, 24 Januari 2008, Pesta St. Fransiskus de SalesPAUS BENEDIKTUS XVI
Diposting oleh Marsi McFlores Ragaleka di 07:17 0 komentar
SPE SALVI (TENTANG HARAPAN)
www.mirifica.net14 Desember 2007 11:03
Memasuki masa Adven, tepatnya tanggal 30 November 2007, Paus Benediktus XVI mengeluarkan Ensiklik keduanya. Ensiklik itu berjudul, Spe Salvi. Ensiklik tersebut menegaskan kembali pentingnya kebutuhan akan harapan dalam masyarakat modern dan pentingnya umat Kristiani memulihkan arti harapan yang sebenarnya.Paus memulai ensiklik 75 halamannya dengan menjelaskan bahwa “rahmat, sekalipun itu tidak mudah, dapat dihayati dan diterima jika tertuju kepada suatu tujuan dan jika tujuan itu diyakini benar dalam pencapaiannya”. Spe Salvi merupakan harta karun yang amat kaya dalam pembelajaran Paus, dengan referensi kehidupan para kudus dan Bapa Gereja. Ensiklik tersebut mengulas kebijaksanaan dan keutamaan harapan. Bapa Suci mengatakan, ”Pintu serba gelap tentang waktu, tentang masa depan, telah terbuka. Seseorang yang memiliki harapan akan hidup dengan cara yang berbeda. Seseorang yang memiliki harapan dianugerahi hadiah hidup baru.”Tentu saja, hal ini memunculkan pertanyaan, apa itu harapan? Paus menulis bahwa untuk mengenal Tuhan, Tuhan yang benar, berarti menerima harapan. Namun harapan kristiani berbeda. Mengacu pada Kitab Suci Perjanjian Baru, Paus menulis, Kekristenan tidak membawa pesan revolusi sosial seperti yang telah membawa sial bagi Spartacus, yang berjuang hingga mengakibatkan pertumpahan darah. Yesus bukanlah Spartacus, Dia tidak mengadakan pertempuran demi pembebasan politis. "Yesus… membawa sesuatu samasekali berbeda, ialah suatu persekutuan dengan Tuhan segala raja, suatu persekutuan dengan Tuhan yang hidup dan yang berkombinasi dengan harapan yang lebih kuat daripada penderitaan para budak. Suatu harapan yang karenanya mengubah hidup dan dunia dari dalam," demikian penjelasannya. "Hal ini jelas bukan menunjuk pada suatu roh dasar alam semesta, yang memerintah umat manusia dan dunia, melainkan Tuhan. Dialah yang menguasai alam semesta. Bukan zat dan evolusi yang menentukan segalanya, tetapi akal budi, kehendak, cinta Allah"Gagasan Kekristenan semacam itu mempengaruhi dunia, karena, “kuasa dahsyat unsur-unsur material yang tak dapat diubah, tidak lagi berkuasa. Karena manusia bukanlah budak dari alam semesta dan hukum-hukumnya. Manusia justru memiliki kehendak bebas." Umat Kristiani memiliki harapan hanya karena Yesus yang "mewartakan siapakah sebenarnya manusia dan apa yang seharusnya dilakukan manusia agar sungguh-sungguh menjadi manusia bagi sesama”.Sebagaimana ditulis dalam Kitab Ibrani 11:1, Bapa Suci menunjukkan pengaruh positif iman. "Iman bukanlah melulu suatu upaya menusia mencari sesuatu yang di luar dirinya dan sesuatu yang samasekali tidak jelas. Iman, pada saat ini pun, justru memberi kita sesuatu yang nyata, yang selama ini kita cari. Iman itu pula yang memberi sebuah “bukti” tentang berbagai hal-hal yang masih tidak terlihat. "Iman," tulis Paus, "memberi basis baru dalam kehidupan. Ialah suatu pondasi baru yang di atasnya kita dapat berdiri, sesuatu yang merelatifkan hal-hal material yang selama ini jadi andalan.Kehidupan KekalEnsiklik Paus tersebut bukan sesuatu yang abstrak. Paus memfokuskan pembahasan tentang kehidupan Kristiani modern. Paus mengajukan beberapa pertanyaan penting: Bagaimana kita menghidupi iman Kristiani dalam kehidupan? Apakah itu hidup yang berubah dan hidup yang memelihara harapan?” Bahkan yang lebih penting, ”Apakah kita sungguh-sungguh menginginkan hidup kekal?”"Barangkali, saat ini banyak orang yang menolak iman hanya karena tidak melihat dan menemukan prospek yang menarik tentang kehidupan kekal,” demikian dugaan Paus, ”Memang yang dibutuhkan manusia tidak hanya hidup kekal, tetapi hidup saat ini, sehingga gagasan hidup kekal dipandang sebagai suatu yang sulit. Karena itu, untuk melanjutkan kehidupan selamanya, sampai akhir, gagasan hidup kekal lalu dipandang sebagai kutuk daripada berkat”Konsekuensinya, ”ada pertentangan dalam sikap kita, yang menunjuk ke suatu pertentangan eksistensial mendalam dalam kehidupan manusia. Di satu sisi, kita tidak ingin mati; demikian pula mereka yang mencintai kita, tidak ingin kita mati. Namun di sisi lain, kita ingin melanjutkan hidup dengan tanpa terbatas. Apakah memang dunia diciptakan seperti itu, lalu apa yang sebenarnya kita inginkan?"Untuk menjawab pertanyaan mendalam seperti ini, Spe Salvi mengacu pada pendapat St. Agustinus, yang mengatakan bahwa, "akhirnya yang sungguh-sungguh kita inginkan hanya satu hal, “hidup yang terberkati, hidup yang sederhana, ialah ' kebahagiaan."Iman Dan Harapan Jaman ModernBapa Suci memulai uraiannya tentang pemahaman Kristiani modern tentang harapan dengan bertanya, apakah harapan umat Kristiani bersifat individual? Dengan kata lain, apakah keselamatan seseorang tergantung hanya pada kehidupan pribadi seseorang, atau tergantung pada pelayanannya kepada sesama? Berkaitan dengan pertanyaan tentang sifat personal keselamatan, Sri Paus bertanya, "Bagaimana kita sampai pada penafsiran semacam ini tentang keselamatan jiwa dan bagaimana cara kita memahami bahwa gagasan Kristen sebagai suatu pencarian egois demi keselamatan yang menolak gagasan melayani sesama?”. "Visi yang terencana telah disempitkan di masa modern dan mengakibatkan krisis iman masa kini yang juga dapat disebut sebagai kisis harapan Kristiani,” kata Paus.Dalam perkembangan dari tahun ke tahun, ideologi kemajuan menganggap bahwa bahwa kebahagiaan terletak pada hal yang bisa dilihat, sesuai potensi yang ada dalam diri manusia yaitu suatu konfirmasi iman, sebagaimana yang berlangsung saat ini,” Pada saat yang sama, dua kategori semakin popular sebagai ukuran kemajuan, ialah akal budi dan kehendak bebas. Hasil pemikiran ini ialah, “kemajuan selalu terkait dengan perkembangan dominant akal budi, dan akal budi dianggap sebagai suatu kekuatan yang baik dan suatu kekuatan untuk kebaikan.””Kemajuan dengan demikian adalah kesalingtergantungan, ialah kemajuan menuju kebebasan yang sempurna." Sehingga, "dua konsep utama, akal budi dan kehendak bebas secara diam-diam telah ditafsirkan secara bertentangan dengan iman dan Gereja," kata Paus. Harus diakui, perkembangan ilmu pengetahuan modern telah mengurung iman dan harapan personal. Namun justru karena itu, semakin kelihatan bahwa dunia dan manusia jaman ini memerlukan Tuhan, ialah Tuhan yang benar. Ilmu pengetahuan memang mendukung kehidupan manusia, tetapi tidak mampu menembus sisi terdalam kehidupan manusia. Tepatlah jika, manusia ditebus hanya oleh kasih. Kasih itulah yang membingkai hidup sosial sebagai baik dan indah, dilengkapi sebuah harapan yang besar, pasti, penuh, dijamin Allah dan demi Allah yang adalah kasih. Allah itulah yang rela merendahkan diri dalam sosok Yesus, yang memberikan hidupNya demi keselamatan manusia dan di dalam Yesus pula manusia akan kembali pada akhir jaman. Hanya dalam Yesus kita menaruh harapan dan hanya dalam Dia kita menantikan kepenuhan harapan. Bersama Bunda Maria, BundaNya, Gereja menyongsong Sang Pengantin. Karena Yesus lebih dulu melakukan itu semua dengan penuh kasih, harapan dan iman yang ditunjukkan dalam kasih nyata. Sebuah kehadiranNya yang berdaya guna demi keselamatan manusia.Implikasi PolitisSebagaimana kita ketahui, gagasan baru tentang kemajuan telah mengakibatkan perubahan bersejarah. "Spe Salvi" menunjuk "dua langkah-langkah penting dalam perwujudan politis tentang harapan. Karena, kedua akal budi dan kehendak bebas, sangat penting dalam pengembangan harapan Kristiani.Perkembangan yang pertama ialah “Revolusi Perancis - suatu usaha untuk penerapan akal budi dan kehendak bebas sebagai kenyataan politis." Sepanjang abad kedelapanbelas, masyarakat “mempertahankan imannya dalam perkembangan jaman sebagai bentuk baru harapan manusia”. "Meskipun demikian," Puas mengisahkan, "perkembangan teknis dan industrialisasi yang sangat cepat mengakibatkan munculnya situasi sosial baru yang cepat pula: muncul kelas pekerja industri tertindas, yang disebut “kaum buruh industri”."Setelah revolusi kaum kaya pada tahun 1789 itu, tibalah giliran munculnya suatu revolusi baru, ialah revolusi kaum buruh"… "Karl Marx menggagas rapat umum dan mempromosikan pemikiran dan analisanya yang tajam untuk membentuk kelompok mayoritas baru ini. Gagasannya tentang sejarah, jelas-jela demi keselamatan manusia. Janjinya, analisanya dan pemikirannya yang jernih tentang perubahan radikal, masih menjadi daya tarik yang belum punah”Paus menyimpulkan "namun dalam gagasan Marx tentang kemenangan revolusi, justru kesalahan pokok Marx menjadi semakin jelas. Ia lupa bahwa manusia tetaplah manusia. Ia menafsirkan secara salah mengenai manusia dan kebebasan manusia. Ia lupa bahwa kebebasan selalu berpeluang menjadi kebebasan negatif yang sangat liar. Marx berpikir jika suatu saat sistem ekonomi diatur dengan rapi, segalanya akan secara otomatis teratur dengan rapi. Padahal tidak demikian. Kesalahan Marx yang terutama ialah gagasan tentang materialisme: manusia tidak melulu hasil kondisi-kondisi ekonomi dan tidaklah mungkin menebus manusia tanpa menciptakan suatu lingkungan ekonomi baik."Mungkin Meskipun SulitKeutamaan teologal tentang harapan terarah kepada keselamatan dan visi kebahagiaan. Semua itu hanya dapat diperoleh seseorang hanya karena rahmat Tuhan. Hal ini dikatakan profesor filsafat dari University of America, Robert Sokolowski mengomentari Ensiklik baru Paus Benediktus XVI tersebut.Ia mengatakan, "St. Thomas Aquinas, mempunyai beberapa keterangan sangat bagus tentang harapan. Ia menunjuk bahwa hal itu mengacu pada hal-hal yang mempunyai dua unsur: mungkin untuk mencapai, tetapi sulit. Jika sesuatu mustahil untuk dicapai, tentu kita tidak mengharapkan itu. Kita mungkin ingin bisa menjangkaunya, tetapi keinginan itu tipis akan berhasil. Tetapi kemudian pasrah.Kita mengetahui bahwa kita tidak bisa mencapai kebaikan yang baik semacam itu."Sebaliknya, jika sesuatu itu mungkin dan mudah untuk dicapai, maka kita tidak mengharapkannya. Kita akan berlalu begitu saja dan melakukan begitu saja. Aku tidak berharap bahwa aku akan makan siang hari ini, kecuali jika aku dalam situasi sangat putus-asa, atau aku baru saja makan siang,” demikian ia mencontohkan.Peran ImanPada jaman ini, pemahaman keutamaan teologal tentang harapan diarahkan pada visi kebahagiaan dan keselamatan manusia. Iman merupakan keutamaan teologal yang menyingkapkan kemungkinan itu kepada kita. .Iman mewahyukan kebenaran bahwa Tuhan telah menebus manusia dalam kematian dan kebangkitan Yesus. Iman membuat segala sesuatu mungkin dan dapat dimengerti sehingga kita sebaiknya hidup bersatu dalam Tritunggal Mahakudus. ”Kita bersatu dalam keputraan Yesus. Iman Gereja menunjukkan kepada kita bahwa tujuan akhir kita tidak hanya di dunia ini dan dalam komunitas manusia, tetapi persatuan di surga dalam kehidupan Illahi. Sehingga hidup ini menjadi serba mungkin. Namun, hal itu tidak mudah."Sesungguhnya, tidak hanya sulit tetapi mustahil bagi kita, jika manusia mengandalkan kemampuan diri sendiri. Keselamatan manusia hanya karena karya Tuhan saja. Kita menyebutnya sebagai rahmat Tuhan semata. Karena itu, kita seharusnya tidak berharap di dalam diri kita sendiri, tetapi berharap di dalam Tuhan. Meskipun keselamatan itu karya dan rahmat Tuhan semata, namun berkatNya boleh kita alami.Iman, Bukan Optimisme"Keutamaan teologal tentang harapan berbeda dengan optimisme. Karena optimisme sifatnya duniawi. Layaknya sikap, di mana kita mengharapkan 'berbagai hal akan terjadi. Tentu hal ini bukan disposisi yang buruk, meskipun tidak realistis. Namun, hal-hal seperti itu merupakan suatu harapan duniawi, dalam kodrat manusia. Kita cenderung berpikir bahwa jika orang-orang melakukan kebebasan, akan tercipta kebaikan bersama. Inilah manfaat yang baik tentang harapan di balik gagasan demokrasi atau republik. Keduanya tampaknya tipe yang baik dalam urusan manusia, karena semakin banyak orang menyumbangkan talenta demi kebaikan bersama. Namun, "Teologi harapan meyakinkan tidak dalam konteks kodrat manusia, tetapi dalam relasi dengan Tuhan. Bukan pertama-tama dalam hubungan dengan manusia, tetapi dalam hubungan dengan keselamatan kekal”.
Dengan demikian, harapan kebaikan bersama menuntut syarat adanya keutamaan imanen, ialah menerima kebenaran-kebenaran Illahi, yang mewahyukan kepada kita dimensi yang sangat mungkin dari harapan. Karena, harapan pada gilirannya menggerakkan seseorang kepada cinta kasih, di mana manusia menanggapi kasih Tuhan. Manusia membalas mengasihiNya dan mengamalkan kasih kepada sesama. Itu semua hanya terjadi karena rahmat Tuhan semata. (A. Luluk Widyawan, Pr dari berbagai sumber)
Diposting oleh Marsi McFlores Ragaleka di 07:14 0 komentar
Korem Flores:Banyak Pertanyaan yang Belum Terjawab
http://www.mirifica.net/. (28 September 2007 16:28)
Rencana pembentukan Korem di Flores jalan terus. "Korem Flores, DanremMinta 66 Hektare Tanah", ini headline sebuah koran lokal baru-baru ini."Masyarakat Flores itu sekian ratus ribu, kalau yang menolak 50 orang ngapain kita pedulikan. Dia (masyarakat) boleh menolak, saya boleh juga bangun rumah (Korem) saya untuk kepentingan orang lebih banyak." Kata-kata tegas ini berasal dari mulut Panglima Kodam IX Udayana usai upacara HUTKodam IX Udayana, bulan Mei lalu (Detik.com 28/05/2007).Apa yang dikatakan tadi mirip dengan kata-kata Jenderal TNI Wiranto tatkala menanggapi penolakan pembentukan Korem di Flores pada tahun 1999 lalu. "Jadi itu bukan penolakan dari seluruh masyarakat, itu hanya reaksi dari beberapa masyarakat yang belum memahami permasalahan. Malah Korem mendapat tawaran tanah dari masyarakat setempat, itu kan luar biasa" (FP8/10/1999). Di atas basis hak dan kebebasan warga negara dan demi terciptanya TNI yang profesional, alasan-alasan di balik rencana pembentukan Korem di Flores yang kini muncul lagi harus diperiksa dengan saksama. Satu, ketika kita membandingkan statemen dari dua petinggi militer dari waktu yang berbeda itu, terang-benderang terlihat bahwa sikap dasar dalam memahami diri dan kekuasaan serta relasinya dengan warga tak ada perubahan signifikan. Masih seperti yang itu-itu juga. Kata-kata seperti "ngapain kita pedulikan"dalam komunikasi dengan rakyat rasanya menyebarkan aroma, maaf, tabiat arogansi. Dua, apa yang diperlihatkan kepada warga adalah suatu simplifikasi persoalan yang kebablasan. Rupanya ia adalah buah dari olah nalar antah-berantah. Masa, urusan pembentukan Korem di suatu pulau disahkan dengan hibah tanah dari seorang warga untuk tentara. Atau karena TNI sudah memiliki sekian hektar tanah. Atau, juga, dilegitimasi dengan desakan mereka yang disebut tokoh masyarakat dari Nageko itu dalam pertemuan dengan Danrem Wiraksakti Kupang baru-baru ini. Aneh, kalau bukan konyol.Tiga, total populasi Flores menurut BPS 2006 sebanyak 1.678.826 orang,kalau ditambah Lembata, harus ditambah lagi 98.646 orang. Pertanyaannya,dengan alat ukur apa kita tahu bahwa mereka yang menolak pembentukan Koremdi Flores itu jumlahnya 50 orang saja? Katakanlah ini adalah pernyataan retoris, yang dimaksudkan bahwa yang menolak kehadiran Korem di Flores itu hanyalah jumlah minoritas dari total populasi; dari mana kita tahu bahwa pernyataan ini benar? Jeblok dalam menjawab pertanyaan ini dengan data dan argumentasi yang kokoh yang terbuka pada ujian publik berarti membenarkan tuduhan bahwa adanya muslihat untuk melegitimasi suatu kepentingan yang bukanlah empunya rakyat kebanyakan.Pada masa Ordenya Jenderal TNI AD (purn.) Soeharto kita tahu bahwa KomandoTeritorial (Kodam, Korem, Kodim, Koramil, Babinsa) adalah salah satu pilar militerisme yang paling represif ketimbang pilar-pilar yang lain (FadjroelRachman, Demokrasi Tanpa Kaum Demokrat, 2007). Sejujurnya, mengapa dan untuk apa Korem akan dibentuk di Flores? Demi stabilitas dan keamanan? Apa sesungguhnya ancaman riil terhadap stabilitas dan keamanan itu? Dalam ordenya Sang Jenderal tadi, alasan stabilitas dan keamanan itu dipakai secara manipulatif untuk melegitimasi berbagai tindakan kekerasan, dan itu tidak hanya satu, tetapi seribu satu. Empat, Rakyat sering diatasnamai dan tak jarang dikibuli. Kalau pembangunan Korem di Flores itu adalah demi kepentingan orang banyak, apa kandungan dari kepentingan orang banyak itu? Bukanlah tugas seorang petinggi TNI untuk menetapkan mana yang menjadi kepentingan orang banyak di Flores dan mana yang tidak. Tak boleh ada intimidasi. Bukankah, harga diri, hak dan kebebasan rakyat adalah suatu yang asasi dan tak boleh dikangkangi, walaupun pembetukan Korem di Flores itu dibuat atas nama kebaikan dan kepentingan umum yang senyatanya?S emoga warga dan TNI sendiri tidak sesat menafsir mandat dan tugas yang diberikan oleh rakyat kepada TNI. Tugas TNI mempertahankan kedaulatan bangsa adalah soal yang satu, memaksakan kehendak kepada rakyat, termasuk dengan kilah bahwa rakyat tak paham atau bodoh adalah soal yang lain. Dan ketika yang kedua ini terjadi, maka meminjam istilah penyair miskin kerontang Wiji Thukul, hanya satu kata: lawan. Ketika substansi statemen tadi, dan pernyataan-pernyataan yang mengesahkan kehadiran Korem di Flores pada waktu-waktu sebelumnya, tak dilandasi datayang valid dan analisis yang sahih tahulah kita bahwa statemen-statemenitu tak lain adalah pemaksaan kehendak kepada rakyat, khusunya di Flores.Yang ada di balik pemaksaan seperti itu adalah klaim monopoli kebenaran. Bukankah kita belum sepenuhnya keluar dari kebangkrutan yang dibuat oleh regime Jenderal Besar TNI (purn.) Soeharto, pemilik kebenaran, yang memenjarakan dan menghabisi demokrasi?Tatkala ide tentang pembangunan Korem di Flores itu dipaksakan pada tahun1999 selepas kekalahan militer dan politik Indonesia di Timor Lorosae sebagian besar orang Flores, masyarakat umum, aktivis NGO, mahasiswa,sekolah tinggi dan universitas, tokoh masyarakat, tokoh agama, wakil-wakil rakyat berteriak keras, sangat keras, bilang tidak melalui serangkaian demonstrasi dan berbagai petisi. Dengan alat ukur apa kita tahu bahwa cumadalam beberapa tahun elemen-elemen masyarakat itu kini tunduk angguksetuju dengan pembentukan Korem di Flores? Juga, ketika akhir tahun lalu rencana pembentukan Korem muncul lagi dan hendak dibangun di Moni, Ende, reaksi dan protes keras itu datang lagi.Api perlawanan itu membara, dahulu dan kini. Alasan-alasan yang dikemukakan seperti demi menjaga wilayah pulau-pulau kecil di sekitar NTTyang letaknya berdekatan dengan wilayah negara lain, ancaman dari Australia dan Timor Lorosae, juga kehadiran Korem akan memberikan keuntungan ekonomis bagi warga dipreteli guna melihat secara jelas manafakta, dan mana fiksi. Catatan khusus perlu dibuat tentang keuntungan ekonomis bagi warga yang diklaim melegitimasi kehadiran Korem di Flores. Kita tahu bahwa TNI diberi mandat untuk menjaga kedaulatan bangsa dan negara. Dan ini yangharus jadi alat ukur pokok eksistensi dan profesionalismenya; dia bukanlah sejenis Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) yang membantu uasaha-usaha produktif warga. Dalam soal ekonomi dan secara khusus bisnis, isu pokok yang selalu menjadi sorotan publik bukanlah keuntungan ekonomis bagi wargadimana suatu Korem berada tetapi gurita bisnis milik TNI. Kalau soal NTT yang akan dikonflikkan seperti Ambon dan Poso sebagaimana yang disinyalir oleh TNI baru-baru ini, terlepas dari alasan sinyalir itu nyata atau isapan jempol belaka, bukankah urusan ketertetiban dan keamanan warga itu adalah tanggung jawab aparat kepolisian, dan karenanya profesionalisme polisilah yang harus ditingkatkan? Mengapa tentara?Mengapa Korem? Apakah betul kehadiran tentara dalam jumlah banyak, dengan kulturnya seperti yang kita tahu selama ini, identik dengan terciptanya keamanan?Adanya pertanyaan-pertanyaan tadi bukanlah basis untuk menyimpulkan secara serampangan bahwa kita menolak apalagi mengolok-olok TNI. Tidak.Eksistensi TNI, dengan conditio sine quo non menjunjung tinggi HAM tentunya, dan pembentukan Korem di Flores itu adalah dua hal berbeda. Kitatak rela kalau di pulau kecil seluas cuma 14.000 km2 lebih ini ditempatkan tentara dalam jumlah sangat banyak tanpa urgensi kebutuhan nyata warga dan alasan-alasan yang sahih nalar. Apakah warga yang miskin, kekuarangan lahan dan sering didera rawan pangan ini membutuhkan Korem? Rasanya,orang-orang miskin itu bisa membedakan secara jelas apa yang mereka butuhkan antara tanah, pangan dan tentara.Tentu saja, tentang rencana pembentukan Korem di Flores, banyak keanehan dan pertanyaan belum terjawab. Seorang sahabat yang kini menjadi guest professor di Melbourne Australia ketika mengetahui bahwa sejumlah orang yang disebut tokoh masyarakat Nagekeo yang dipimpin oleh Kornelis Soi,anggota DPRD Nusa Tenggara Timur dari F-PDI Perjuangan mendesak agar Korem segera dibuka di Nagekeo kepada danrem 161/Wirasakti di Kupang beberapa waktu yang lalu menulis: "Saya masih di Melbourne, tapi suka ikut perkembangan di Flores. Banyak unsur yang aneh. Misalnya, 14 pemuda Nagekeo minta supaya Korem didirikan di sana, dan langsung Kupang setuju.Seandainya 14 pastor dari Ledalero minta supaya Korem TIDAK didirikan diFlores, apakah Kupang akan dengar dan bertindak dengan begitu cepat?"Tak harus guest professor yang bisa bertanya seperti itu. Rupanya orang-orang di kampung kelahiran saya, di Wolosoko, Ende yang tak belajar ilmu nalar, juga merasakan keanehan dari pertunjukkan di Kupang itu.
Eman J. Embu SVD Sekretaris Eksekutif Candraditya Research Centre for the Study of Religionand Culture, Maumere, Flores; e-mail: emanembu@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar