Beberapa hari yang lalu saya terkesiap dengan seseorang yang minta saran saya melalui email. Beliau ini mengaku penggemar artikel-artikel saya tentang jati diri di sebuah situs internet, yaitu di pembelajar.com. Beliau adalah seorang dosen di sebuah universitas swasta di Indonesia. Dan beliau adalah salah satu dari beberapa orang yang ingin konsultasi lebih lanjut dengan saya mengenai beberapa masalah tentang "ketidakpedean" yang sedang mereka dihadapi.Yang mereka tanyakan umumnya adalah bagaimana cara menyampaikan sesuatu di depan umum, dan bagaimana cara mengatasi saat action pertama. Karena yang mereka rasakan (apalagi untuk pertama kali) saat berhadapan dengan orang-orang yang lebih senior adalah perasaan "Ih, jangan-jangan salah", "bener ga sih, ya" atau "duh aku takut diketawain".
Terus terang, saya saat ini masih dalam tahap pembelajaran. Namun apa salahnya jika saya berbagi tentang apa yang saya pelajari dan apa yang saya telah dapatkan untuk orang lain. Saya akan berusaha mencoba untuk menjawab pertanyaan yang ditujukan pada saya, melalui cerita tentang saya yang akan saya sampaikan di bawah ini.
Pada saat memulai untuk menulis dan menyampaikan ide-ide saya, saya juga mengalami keraguan. Apalagi saya membayangkan pembacanya yang bukan saja lebih senior bahkan sudah mencapai tingkat kepakaran tertentu. Sedangkan saya bukan doktor atau pun seorang profesor, saya adalah kaum "asor" (kaum bawah) yang seorang pembantu. Namun saya berusaha terus untuk tidak memikirkan segala kekurangan saya ini, apalagi kekurangan saya ini adalah dalam hal intelektual yang menjadi syarat mutlak untuk diakui secara intelektual.
Nah loh. Saya sudah membahas masalah ini dalam salah satu kumpulan artikel saya yang berjudul "Intelek Tidak Harus Sekolah". Di artikel itu saya menceritakan tips dan trik ala eni tentang hal tersebut.Intinya adalah kita tidak usah sibuk memikirkan segala kekurangan yang ada. Semakin sibuk kita mengurusi, semakin ga pede lah kita. Mungkin itu langkah pertamanya. Untuk langkah keduanya, kita harus benar-benar mempersiapkan dengan baik apa yang akan kita sampaikan. Setelah siap (dalam arti sudah menguasai betul materinya), bertindaklah alias "action". Acton aja, do-do and do it. hehehe.
Biasanya akan lancar tuh. Nah jika pidato atau presentase kita "gagal" anggaplah itu suatu kewajaran. Biasanya kita dalam menyampaikan sesuatu telah memiliki target tertentu bukan? Fokus ke target itu. Jika mengalami kontra tentang pendapat Anda atau justru pendapat Anda di nilai salah (apalagi oleh senior) bahkan dihujat barangkali. Tetaplah terkendali dan jangan mudah terpancing. Saya mempunyai pengalaman dalam hal ini, ketika opini saya di kritik, saya membela diri. Ternyata tindakan ini sangat salah. Jika kita menyampaikan sesuatu itu benar menurut kita, kenapa kita takut salah? Saya rasa tidak perlu membela diri. Toh, semua orang berhak untuk menyampaikan pendapatnya masing-masing. Dalam hal ini, saya rasa kita perlu mencontoh seekor singa. Singa tidak akan terganggu oleh nyamuk-nyamuk nakal yang terus berdengung-dengung di telinganya, bahkan dia tidak merasa terganggu oleh gigitan-gigitan nyamuk-nyamuk itu. Karena dia fokus terhadap target-target yang akan di mangsanya. Jadi yang perlu kita contoh dari si raja hutan itu adalah kefokusan akan target dan tidak merasa terganggu oleh hal-hal kecil. Demikian juga dengan saya, saya akan berusaha terus untuk memfokuskan target saya, tidak peduli akan berbagai cibiran miring yang mampir pada saya. Saya hanya memikirkan "kota mana yang harus saya bakar malam ini", hehehe...ini sekedar hiperbola. Mungkin yang menjadi persoalan adalah bagaimana cara mempersiapkan pidato atau presentase yang baik? Kita sepakat bukan, bahwa jika kita siap dengan materi alias benar-benar menguasainya, kita akan menjadi pede? Nah sekarang, bagaimana cara kita bisa menguasai materi yang akan menjadi target kita. Langkah satu-satunya adalah belajar. Ini adalah syarat mutlak. Tanpa belajar seseorang tidak mungkin bisa menguasai sesuatu. Bagaimana cara belajar? Jika saya, saya banyak membaca, bukan saja membaca, tapi mencerna, bukan saja mencerna, tapi memaknai, bukan saja memaknai, tapi menganalisa, bukan saja sekedar menganalisa tapi melatihnya dengan sering diskusi. Terutama diskusi dengan para senior. Tetapi saya rasa itu saja belum cukup. Laku? Jika memungkinkan carilah mentor atau pelatih pribadi untuk target yang sedang Anda capai. Apakah selesai sampai di sini? Belum, perjalanan masih panjang. Terus terang saya banyak belajar dari mentor saya. Dan saya sangat berterimakasih sekali terhadap beliau yang telah membimbing saya selama ini.Jika Anda bertanya pada saya, apakah saya pernah tampil berbicara di depan umum? Belum. Karena saya baru saja memulai menyampaikan sesuatu melalui tulisan. Namun "one day" saya akan tampil berbicara di depan umum. Yang pasti saya akan grogi. Namun saya yakin, sebuah target akan mengalahkan kegrogian. Dengan latihan dan seringnya kita berbicara di depan umum, maka kita akan terbiasa dengan apa yang kita lakukan. Seperti saya yang sudah terbiasa menulis saat ini. Ketika pertama kali menulis? Wah, grogi, sama saja bukan? Demikian juga ketika saya menelpon mentor saya pertama kali. Grogi banget. Alamak.
Bagaimana dengan Anda?
Tetaplah semangat, fokuskan target, latihan dan jadikan kebiasaan.
*Eni Kusuma adalah seorang pembantu rumah tangga di Hongkong.