November 21, 2009
Sumber: http://tarmidi.wordpress.com/
PENDAHULUAN
Kondisi riil mahasiswa dalam proses pembelajaran di perguruan tinggi lebih menitikberatkan pada sentuhan aspek kognitif saja dan kurang memperhatikan softskill mahasiswa. Realitas menunjukkan bahwa ketercapaian Indeks Prestasi (IP) baru bisa menggambarkan kualitas seseorang dalam aspek kognitif dan belum bisa menunjukkan kualifikasi seseorang dalam bidang softskill atau disebut juga dengan keterampilan sosial. Berdasarkan hasil survei National Association of Colleges and Employers, USA, 2002 (disurvei dari 457 pimpinan), ternyata Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) bukanlah hal yang dianggap penting di dalam dunia kerja, jauh lebih penting adalah softskill yang antara lain adalah Kemampuan Komunikasi, Kejujuran dan Kerja sama, Motivasi, Kemampuan beradaptasi, Kompetensi interpersonal lainnya, dengan orientasi nilai yang menjunjung kinerja yang efektif (fk.umy.ac.id). Hal ini senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi MBA dunia yang dilakukan terhadap lulusan program MBA menyimpulkan bahwa softskill lebih berperan dalam peningkatan karir. Penelitian ini dilakukan tahun 2008 danmerupakan penilitian lanjutan yang dimulai sejak tahun 2006 (www.trainingjournal.com). Dari hasil survei, yang dilakukan Pusat Kurikulum Depdiknas terungkap bahwa kunci kesuksesan adalah 80% mindset dan 20% technical skills. (www.its.ac.id).
Berbagai penelitian yang sejalan dengan pentingnya pengembangan softskill mendukung hal ini, diantaranya berdasarkan hasil beberapa jajak pendapat (tracer study) yang dilakukan perguruan tinggi di Indonesia, kompetensi sarjana di dunia kerja dibagi dua aspek. Pertama, aspek teknis berhubungan dengan latar belakang keahlian atau keahlian yang diperlukan di dunia kerja. Kedua, aspek non teknis mencakup motivasi, adaptasi, komunikasi, kerjasama tim, pemecahan persoalan, manajemen stress dan kepemimpinan dsb. Masing-masing dunia usaha/industri dapat memberikan sederet kompetensi teknis maupun non teknis yang berbeda. Namun, pada umumnya jenis kompetensi non teknis lebih banyak dibandingkan dengan kompetensi teknis. Dalam dunia industri dan akademik terdapat perbedaan sudut pandang dan pengharapan dari lulusan, oleh karena itu perlu dibangun mind set yang sama dan pengembangan kepribadian atau perilaku. Sebagai contoh, salah satu indikator kebagusan program studi saat ini adalah jika lulusannya memiliki waktu tunggu yang singkat untuk mendapatkan pekerjaan pertama. Namun, industri mengatakan bukan itu, melainkan seberapa tangguh seorang lulusan untuk memiliki komitmen atas perjanjian yang telah dibuatnya pada pekerjaan pertama.
Pemaparan diatas memperlihatkan bahwa keterkaitan kurikulum dengan pengembangan softskill mahasiswa terutama ketika ia menjadi sarjana. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut Depdiknas mulai memberlakukan kurikulum berbasis kompetensi sejak tahun 2002. Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002 yang mengamanatkan penyusunan kurikulum pendidikan tinggi yang berbasis kompetensi untuk setiap program studi oleh kalangan perguruan tinggi (PT) yang bersangkutan (bukan oleh pemerintah). Jadi PT diberi otonomi/kewenangan dalam menentukan kurikulum program studi yang diselenggara-kannya. Kurikulum tidak lagi ditetapkan oleh pemerintah.
Sebagai salah satau perguruan tinggi ternama di Indonesia, Universitas Sumatera Utara juga sudah mulai menerapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) ini. Namun sayangnya belum semua fakultas yang mampu menerapkan kurikulum ini. Fakultas Kedokteran menjadi salah satu fakultas yang berusaha menerapkan KBK ini sejak tahun 2006. Penerapan KBK berpengaruh besar terhadap perubahan sistem belajar-mengajar, yang dulunya teacher-centered (berpusat pada dosen), menjadi student-centered (berpusat pada mahasiswa). Perubahan proses ini juga berpengaruh terhadap metode belajar mengajar. Diyakini bahwa metode belajar yang berpusat pada mahasiswa lebih bisa mengembangkan softskill mahasiswa. Oleh karena selain memperoleh hard-skill (komptensi utama sesuai bidang ilmu), mahasiswa juga akan terbiasa mengasah kemampuan lain yang dibutuhkan untuk mendukung kesuksesannya dalam menjalankan profesinya, yakni softskill.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Kurikulum (menurut SK Mendiknas No. 232/ U/ 2000 Ps. 1 butir 6) adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi maupun bahan kajian dan pelajaran serta cara penyampaiannya dan penilaiannya yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar di perguruan Tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan Kompetensi (dalam SK Mendiknas No. 045/ U/ 2002, Ps. 21) adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Jadi Kurikulum berbasis Kompetensi ialah kurikulum yang disusun berdasarkan atas elemen-elemen kompetensi yang dapat menghantarkan peserta didik untuk mencapai kompetensi utama, kompetensi pendukung, dan kompetensi lain sebagai a method of inquiry yang diharapkan. Yang dimaksud dengan method inquary diantaranya adalah suatu metode pembelajaran yang menumbuhkan hasrat besar untuk ingin tahu, meningkatkan kemampuan untuk menggunakan atribut kompetensi guna menentukan pilihan jalan kehidupan di masyarakat, meningkatkan cara belajar sepanjang hayat (learning to learn dan learning throughout life). Dengan kata lain, KBK adalah kurikulum yang menitikberatkan pada pencapaian kompetensi lulusan. Dalam Taxonomi Bloom kompetensi terdiri dari Kognitif meliputi pengetahuan, Afektif meliputi sikap, nilai, minat, dan Psikomotorik yang mencakup ketrampilan.
PEMBERLAKUAN KBK
Alasan diberlakukannya KBK sendiri karena terjadinya perubahan kondisi, termasuk pergeseran paradigma. Pergeseran paradigma tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti focus, ownership, expectations, leadership, students, mistakes, classes, dan emphasis. Perubahan pembelajaran dari teacher centered learning menjadi student centered lerning dikarenakan kondidi global (persaingan, persyaratan kerja, perubahan orientasi) yang nantinya akan membawa perubahan pada komptenesi lulusan serta perubahan paradigma belajar dan mengajar yang nantinya diharapkan dapat terjadi perubahan kurikulum yang akan berdampak pada perubahan perilaku pembelajaran yang akan menhgasilkan peningkatan mutu lulusan dan relevansi.
Selama ini terjadinya kesenjangan kemampuan lulusan adalah perbandingan prosentase hard skill dan soft skill yang terlalu jauh, yaitu 20% dan 80%. Padahal faktor yang memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja terdiri dari faktor finansial sebanyak 10%, faktor keahlian pada bidangnya 20%, networking 30% dan 40% sisanya adalah soft skill. Soft skill sendiri terdiri dari 2 macam, yaitu interpersonals skill dan intrapersonals skills. Interpersonals skills meliputi motivation skills, leadership skills, negotiation sklls, presentation skills, communication skills, relationship building, public speking, dan self-marketing skills. Sedangkan intrapersonal skills meliputi time management, stress management, change management, transforming beliefs, transforming character, creative thinking processes, goal setting dan life purpose, dan accelerated learning techniques.
Selama ini terjadinya kesenjangan kemampuan lulusan adalah perbandingan prosentase hard skill dan soft skill yang terlalu jauh, yaitu 20% dan 80%. Padahal faktor yang memberi kontribusi keberhasilan dalam dunia kerja terdiri dari faktor finansial sebanyak 10%, faktor keahlian pada bidangnya 20%, networking 30% dan 40% sisanya adalah soft skill. Soft skill sendiri terdiri dari 2 macam, yaitu interpersonals skill dan intrapersonals skills. Interpersonals skills meliputi motivation skills, leadership skills, negotiation sklls, presentation skills, communication skills, relationship building, public speking, dan self-marketing skills. Sedangkan intrapersonal skills meliputi time management, stress management, change management, transforming beliefs, transforming character, creative thinking processes, goal setting dan life purpose, dan accelerated learning techniques.
SOFTSKILL
ATRIBUT SOFT SKILLS
Soft skills didefinisikan sebagai ”Personal and interpesonal behaviors that develop and maximize human performance (e.g. coaching, team building, initiative, decision making etc.) Soft skills does not include technical skills such as financial, computing and assembly skills “. (Berthal). Softskills adalah ketrampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (termasuk dengan dirinya sendiri). Atribut soft skills, dengan demikian meliputi nilai yang dianut, motivasi, perilaku, kebiasaan, karakter dan sikap. Atribut softskills ini dimiliki oleh setiap orang dengan kadar yang berbeda-beda, dipengaruhi oleh kebiasaan berfikir, berkata, bertindak dan bersikap. Namun, atribut ini dapat berubah jika yang bersangkutan mau merubahnya dengan cara berlatih membiasakan diri dengan hal-hal yang baru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu:
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23 atribut softskills yang dominan di lapangan kerja. Ke 23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas kepentingan di dunia kerja, yaitu:
1. Inisiatif 11. Kemampuan analitis
2. Etika/integritas 12. Dapat mengatasi stres
3. Berfikir kritis 13. Manajemen diri
4. Kemauan belajar 14. Menyelesaikan persoalan
5. Komitmen 15. Dapat meringkas
6. Motivasi 16. Berkoperasi
7. Bersemangat 17. Fleksibel
8. Dapat diandalkan 18. Kerja dalam tim
9. Komunikasi lisan 19. Mandiri
10. Kreatif 20. Mendengarkan
21. Tangguh 23. Manajemen waktu
22. Berargumentasi logis
Di Indonesia belum ada dokumen resmi untuk memberikan informasi atribut soft skills apa yang dibutuhkan oleh dunia kerja atau dunia usaha, Beberapa lembaga pendidikan/perguruan tinggi, lembaga konsultan SDM dan beberapa acara diskusi terbatas di DIKTI telah menghasilkan rumusan atribut soft skills yang bervariasi di dunia pekerjaan. Misalnya, hasil Tracer Study yang dilakukan oleh Departemen (dulu jurusan) Teknologi Industri Pertanian IPB tahun 2000, menyatakan bahwa atribut jujur, kerjasama dalam tim, integritas, komunikasi bahwakan rasa humor sangat diperlukan dalam dunia kerja.
Penulis buku-buku serial manajemen diri, Aribowo, membagi soft skills atau people skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah keterampilan seseorang dalam ”mengatur” diri sendiri. Intrapersonal skills sebaiknya dibenahi terlebih dahulu sebelum seseorang mulai berhubungan dengan orang lain. Adapun Interpersonal skills adalah keterampilan seseorang yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang lain. Dua jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai berikut:
Intrapersonal Skill
• Transforming Character
• Transforming Beliefs
• Change management
• Stress management
• Time management
• Creative thinking processes
• Goal setting & life purpose
• Accelerated learning techniques
Interpersonal Skill
• Communication skills
• Relationship building
• Motivation skills
• Leadership skills
• Self-marketing skills
• Negotiation skills
• Presentation skills
• Public speaking skills
• Communication skills
• Relationship building
• Motivation skills
• Leadership skills
• Self-marketing skills
• Negotiation skills
• Presentation skills
• Public speaking skills
Dalam rangka mengembangkan atribut soft skills peserta didik di perguruan tinggi, diperlukan evaluasi diri dari setiap mahasiswa tentang kekuatan mana yang dimiliki saat ini, sekaligus kelemahannya. Para mahasiswa diberi lembar kuesioner yang berisi atribut soft skills. Lalu mengisinya dengan memberi tanda mana yang sudah merasa cukup mereka miliki dan mana yang masih perlu dikembangkan. Atribut yang paling banyak muncul di daftar sehingga terlihat atribut mana yang memiliki modus tertinggi untuk dikembangkan. Lalu program studi di mana mahasiswa itu berada meninjau visi program studinya, dan berupaya untuk memadukan antara harapan mahasiswa, harapan lembaga dan sumberdaya yang dimiliki. Dengan demikian akan terpilih beberapa atribut yang perlu dan penting dikembangkan untuk para mahasiswanya.
Pengembangan soft skills di perguruan tinggi dapat dilakukan melalui kegiatan proses pembelajaran dan juga kegiatan kemahasiswaan dalam kegiatan ekstra kurikuler atau ko-kurikuler.
Hal yang terpenting, softskills ini bukan bahan hafalan melainkan dipraktekkan oleh individu yang belajar atau yang ingin mengembangkannya. Pada saat mahasiswa ingin mengembangkan minat dan bakatnya di dalam bidang olah raga umpamanya, acapkali pembimbing kegiatan olah raga senantiasa berpusat pada teknik bagaimana memenangkan pertandingan yang akan dilakukan oleh mahasiswanya. Tidak sedikit yang tidak mengindahkan, bahwa pada saat dosen menjadi pembina olah raga, maka soft skills yang perlu dikembangkan adalah sportifitas, keberanian untuk kalah, keberanian untuk menang dan semangat juang yang membara. Seringkali, hard skillsnya dalam teknik shooting (untuk basket ball), atau menendang dan bertahan (untuk sepak bola) yang selalu kita perhatikan. Namun, ketika menerima kekalahan, bukan introspeksi diri yang pertama dilakukan, tetapi mungkin malah menyalahkan cara kerja wasit, atau kecurangan yang dilakukan oleh lawan. Hal-hal demikian akan banyak digali dalam kegiatan kemahasiswaan.
Pengembangan soft skills dalam proses pembelajaran dapat dilakukan melalui kegiatan belajar melalui tatap muka di dalam kelas maupun praktek di laboratorium atau lapangan. Hal ini memerlukan kreatifitas dosen yang mengampu mata ajaran dan kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran mata kuliah yang diampu tersebut. Pengembangan soft skills tidak semata-mata harus dilakukan tanpa adanya pernyataan yang jelas tentang kompetensi yang ingin dicapai. Jika dalam pernyataan kompetensi secara aksplisit dinyatakan perlunya atribut soft skills tertentu, maka mau tidak mau metoda pembelajaran harus diarahkan pada pencapaian kompetensi yang diharapkan tersebut. Pengembangan soft skills melalui proses pembelajaran tidak akan dijelaskan pada kesempatan ini, karena tulisan ini difokuskan pada pengembangan soft skills melalui kegiatan kemahasiswaan (non-akademik).
PENGEMBANGAN SOFT SKILLS MELALUI PROSES PEMBELAJARAN
Proses pembelajaran di perguruan tinggi sedang mengalami p[ergeseran dari pembelajaran berbasis isi ke berbasis kompetensi. Apabila kurikulum ini dijalankan, maka tidak terlalu sulit untuk mahasiswa merubah dirinya dari yang kurang kompeten menjadi yang paling kompeten. Perubahan yang dimaksud dalam SK Mendiknas 045/U/2002, bukan semata-mata hanya mengganti daftar mata kuliah, atau susunan mata kuliah, melainkan yang lebih hakiki adalah perubahan proses pembelajaran, penyampaian dan evaluasinya. Proses pembelajaran dari teacher centered ke sutdent centered learning. Pendidikan yang berfokus hanya pada isi sudah seharusnya bergeser pada proses. Saat ini kepemilikan pembelajaran bukan lagi berpusat pada dosen melainkan mahasiswa yang mana mereka aktif mengkonstruksikan ilmu pengetahuan, sehingga penekanan bukan lagi hanya pada teori melainkan juga pada bagaimana suatu pekerjaan dikerjakan. Oleh karenanya, perubahan pada kurikulum menjadi penting adanya dari kurikulum berbasis isi menjadi kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan SCL (Student Centered Learning) menjadi salah satu pilihan dalam KBK. Soft skills dikembangkan tidak seharusnya melalui satu mata kuliah, melainkan di selipkan di setiap mata kuliah. Apabila atribut soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses pembelajaran yang menggunakan presentasi, diskusi, diskusi kelompok menjadi perlu dilakukan. Namun, apabila kerjasama yang akan difokuskan, maka penugasan berkelompok perlu dilakukan.
Saat ini dosen seringkali memberi penugasan berkelompok. Tetapi hasilnya kurang memuaskan, karena dosen menyerahkan sepenuhnya kepada mahasiswa untuk berkelompok tanpa pendampingan dari dosen. Andai tugas yang diberikan adalah membuat tulisan kelompok, maka dosen seharusnya berada di tengah kelompok memperhatikan dan mengarahkan bagaimana mereka menentukan kordinator/ketuanya, bagaimana mereka memutuskan topik yang akan ditulis, bagaimana mereka membagi tugas dan menulis bersama. Adakah sinkronisasi dilakukan setelah semua tulisan terkumpul?. Tidak heran jika tulisan yang disusun tidak runtut dari satu bab ke bab lain, karena mahasiswa tidak benar-benar bekerjasama, tetapi sama-sama bekerja.
Berbagai metoda telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan. Tinggal memilih mana yang cocok dan relevan untuk diterapkan pada mata kuliah yang diampu. Dalam satu mata kuliah dapat diterapkan pengembangan soft skills lebih dari 2 atribut sekaligus. Misalnya melatih berpikir analitis, kreatif, berfikir kritis dan manajemen waktu dapat dilakukan pendekatan SCL dengan menggunakan Problem based Learning atau studi kasus.
Pada prinsipnya apabila pengembangan soft skills akan dilakukan melalui implementasi kurikulum, maka ia tidak akan menjadi satu mata kuliah tersendiri, melainkan menjadi hidden curriculum. ”Hidden Curriculum is the broader concept of which the informal curriculum is a part” Pelajaran dari kurikulum tersembunyi diajarkan secara implisit.
Kurikulum tersembunyi lebih ampuh karena dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik minat dan menyenangkan. Peran dosen dalam hal ini adalah:
Proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan SCL (Student Centered Learning) menjadi salah satu pilihan dalam KBK. Soft skills dikembangkan tidak seharusnya melalui satu mata kuliah, melainkan di selipkan di setiap mata kuliah. Apabila atribut soft skills yang akan dikembangkan adalah komunikasi lisan, maka proses pembelajaran yang menggunakan presentasi, diskusi, diskusi kelompok menjadi perlu dilakukan. Namun, apabila kerjasama yang akan difokuskan, maka penugasan berkelompok perlu dilakukan.
Saat ini dosen seringkali memberi penugasan berkelompok. Tetapi hasilnya kurang memuaskan, karena dosen menyerahkan sepenuhnya kepada mahasiswa untuk berkelompok tanpa pendampingan dari dosen. Andai tugas yang diberikan adalah membuat tulisan kelompok, maka dosen seharusnya berada di tengah kelompok memperhatikan dan mengarahkan bagaimana mereka menentukan kordinator/ketuanya, bagaimana mereka memutuskan topik yang akan ditulis, bagaimana mereka membagi tugas dan menulis bersama. Adakah sinkronisasi dilakukan setelah semua tulisan terkumpul?. Tidak heran jika tulisan yang disusun tidak runtut dari satu bab ke bab lain, karena mahasiswa tidak benar-benar bekerjasama, tetapi sama-sama bekerja.
Berbagai metoda telah banyak ditemukan oleh para peneliti pendidikan. Tinggal memilih mana yang cocok dan relevan untuk diterapkan pada mata kuliah yang diampu. Dalam satu mata kuliah dapat diterapkan pengembangan soft skills lebih dari 2 atribut sekaligus. Misalnya melatih berpikir analitis, kreatif, berfikir kritis dan manajemen waktu dapat dilakukan pendekatan SCL dengan menggunakan Problem based Learning atau studi kasus.
Pada prinsipnya apabila pengembangan soft skills akan dilakukan melalui implementasi kurikulum, maka ia tidak akan menjadi satu mata kuliah tersendiri, melainkan menjadi hidden curriculum. ”Hidden Curriculum is the broader concept of which the informal curriculum is a part” Pelajaran dari kurikulum tersembunyi diajarkan secara implisit.
Kurikulum tersembunyi lebih ampuh karena dapat membuat proses pembelajaran lebih menarik minat dan menyenangkan. Peran dosen dalam hal ini adalah:
– Membangun proses dialog
– Menangani dinamika kelompok
– Terlibat dengan motivasi mahasiswa
– Mengintroduksikan berpikir kritis
– Memberdayakan Kurikulum tersembunyi (Empowering Hidden Curriculum)
Pada saat dosen mentransferkan pengetahuan, biasanya dosen daapt melakukannya dengan metode ceramah, dan mungkin diikuti dengan tanya jawab. Sebagai suatu contoh ketika dosen membawa sebuah ilustrasi kasus di depan mahasiswa tentang teori organisasi. Pengetahuan yang ditransferkan dapat berupa struktur organisasi, fungsi tiap lini, tugas dan wewenang personilnya. Kasus ini tidak akan menceriterakan proses pengambilan keputusan ( Yogijanto, 2006). Namun jika dosen ingin memberikan kasus tersebut untuk mengembangkan ”wisdom”, maka proses pembelajarannya adalah self acquired process, yang berarti mahasiswa harus aktif berperan dan dosen bertindak sebagai fasilitator dan tanggungjawab keberhasilannya ada pada mahasiswa. Tujuan pembelajaran ini adalah untuk meningkatkan kemampuan analitis, kemampuan komunikasi, mengembangkan kepribadian dan cara berfikir berkualitas serta meningkatkan kearifan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar